Cerita Cita-Cita
"Kalau sudah besar mau jadi apa?" tanya wanita itu. Aku, yang waktu itu bahkan belum mengenyam pendidikan formal, dengan cepat menjawab, "Dokter!" Lalu wajah wanita itu dipenuhi senyuman, kedua matanya berisi ketakjuban. Seolah jawaban yang baru saja kuberikan adalah sebuah cita-cita yang sangat mulia. Seolah aku pada umur segitu sudah bisa memastikan masa depanku. Kenyataannya, jawaban itu hanya sekedar pilihan jawaban yang ditanamkan secara bertahun-tahun ke dalam kepalaku, lalu mengendap di sana. "Belajar yang pinter, biar nanti jadi dokter." Begitu seringnya orang tua-tua yang ada di kehidupanku berpesan setiap kali bertemu. Pun setiap kali aku diminta orang tuaku untuk meminta doa restu pada mereka di hari raya. Makanya, itu juga yang akhirnya tertanam di kepala, itu juga satu-satunya alasan mengapa profesi itu yang akhirnya menjadi cita-cita. Ya, bukan karena aku memang ingin menjadi dokter, mengabdi untuk orang banyak, atau memiliki keinginan bekerj...