Zodiakmu Karaktermu?
Hari Jumat pagi saya sudah kena sindir di twitter.
@DimasMuharam: Kamu yg retwit2 ramalan bintang, krn merasa zodiakmu memang cocok dgn karaktermu, atau jangan2 kata2 ramalan yang membentukmu?
@DimasMuharam: Betulkah ramalan tahu ttg karaktermu via zodiak, atau hanya kamu yg tersugesti ramalan berdasar tgl lahir? #ZodiakFacts
Hahaha. Ya, saya memang suka meretwit twit-twit zodiac. Awalnya hanya karena iseng dan merasa ada beberapa twit itu yang memang cocok dengan karakter saya. Tapi setelah ‘disindir’ itu, saya jadi berpikir ulang. Benarkah selama ini saya merasa cocok dengan apa yang ditulis di sana atau secara alam bawah sadar, saya justru dikontrol untuk memiliki karakter seperti itu? Hmm, biar saya renungkan sejenak.
Well, Zodiac berasal dari kata
Zoodiacos Cyclos (Yunani) yang berarti Lingkaran Hewan. Zodiac adalah sabuk
khayal di langit yang berpusat pada lingkaran ekliptika atau bisa juga
merupakan rasi-rasi bintang yang dilewati oleh sabuk tersebut. Zodiac seseorang
dipengaruhi oleh rasi bintang apa yang dilewati oleh equanox pada tanggal di
mana dia dilahirkan.
Kemarin saya menjelajahi internet, berharap
menemukan ada hasil penelitian yang membuktikan bahwa zodiak benar-benar
mempengaruhi karakter seseorang. Atau paling tidak ada satu pembahasan yang
khusus membahas tentang sejarah penentuan karakter berdasarkan zodiak. Tapi sampai
sekarang saya belum juga menemukan jawaban yang memuaskan. Informasi yang
lumayan menyerempet sedikit dengan yang saya butuhkan hanyalah bahwa pergerakan
benda-benda langit bisa mempengaruhi mood seseorang. Yah, mood tentunya berbeda
dengan karakter. Tapi paling tidak ini sedikit menyerempetlah, walaupun maksa.
Informasi lainnya hanya menyebutkan bahwa pembagian karakter ini sudah ada
sejak pertama kali zodiak ditemukan, tanpa ada penjelasan apa dasarnya. Jadi,
sampai di sini saya menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari
zodiak terhadap karakter manusia. J
Eh, tapi saya menemukan informasi yang lumayan menarik dan lumayan membantu saya menjawab pertanyaan ke dua. Dalam tulisan tersebut, penulis mencoba menganalisa hubungan ramalan dengan psikologi. Isinya seperti ini:
1.
Teori
Psikoanalisa
Semua ramalan yang ada menggunakan kata-kata yang sangat mengambang, luas dan samar-samar sehingga menimbulkan multi-interpretasi pada orang-orang yang membacanya. Misalnya ramalan astrologi dalam majalah, harus ditulis sedemikian rupa sehingga seratus orang yang membacanya akan menyebabkan seratus interpretasi yang berbeda-beda sesuai kebutuhan si Pembaca. Jadi ramalan di sini berfungsi sebagai cermin, yang memproyeksikan apa yang ada pada masing-masing pembacanya. Apa yang dilihat seseorang ketika bercermin akan beda dengan apa yang dilihat orang-orang lain ketika mereka bercermin. Padahal bendanya (cermin, ramalan) sama aja.
2.
Konsep selective attention Psikologi
Faal.
Konsep ini menyebutkan bahwa manusia memiliki kemampuan alami untuk
memilah-milah informasi yang didapatnya sehingga hanya informasi-informasi yang
dipilihnya saja yang akan proses lebih lanjut. Sesuai analogi di atas, demikian
juga yang terjadi dengan ramalan. Bagi pendukung ramalan, dia akan fokus ke
kalimat yang menggambarkan dirinya padahal mungkin yang cocok hanya satu anak
kalimat dan dianggap cocok hanya karena proyeksinya.
3.
Self-fullfiling prophecy dalam Psikologi
Sosial.
Kecenderungan manusia adalah memenuhi apa yang “diharapkan” masyarakat ke
kita. Kalau seorang anak sejak kecil sudah dicap bodoh, maka dia akan percaya
bahwa dirinya bodoh. Begitu juga dengan ramalan. Ramalan bintang bisa dipandang
sebagai cap, stempel, yang mungkin sadar mungkin tidak sadar akan dipenuhi oleh
para pembacanya.
(info
lebih lengkapnya silakan ke http://amelsayang.blogspot.com/2005/06/kata-psikologi-tentang-ramalan_24.html)
Nah, kembali lagi ke pertanyaan
awal; apakah selama ini saya meretwit tweet-tweet itu karena memang cocok
dengan karakter saya atau jangan-jangan kata-kata ramalan yang membentuk saya?
Yah, awalnya karena saya merasa cocok saja, untuk lucu-lucuan. Saya hanya
meretweet yang saya rasa cocok dengan saya saja. Walaupun pada akhirnya sepertinya saya
tersihir oleh kata-kata itu.
Makasih banyak sudah mengingatkan
saya, Teman. Gara-gara tweet sindiran itu, saya jadi berpikir ulang dan
akhirnya menemukan informasi-informasi tadi. Hmm.. untung punya teman seperti
dia, ya?
Komentar