Jika, Satu Kata Pengubah Makna Maaf

 
 
Sebelumnya, ijinkan saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434H. Taqabbalallahuminna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, kullu amin wa antum bi khoir. Mohon maaf untuk segala salah dan khilaf. Semoga tahun depan kita masih diberi kesempatan untuk bertemu Ramadhan. Amiin, inshaAllah.

Alhamdulillah, tahun ini idul fitri bisa dirayakan secara bersamaan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia lagi. Kemarin malam, sebelum melanjutkan aktivitas, seluruh anggota keluarga saya duduk di depan televisi, harap-harap cemas menunggu keputusan sidang isbat penentuan kapan jatuhnya tanggal 1 Syawal karena hasil keputusan tersebut berdampak besar terhadap agenda kegiatan keluarga saya esok harinya. Dan semua orang langsung bernapas lega begitu Bapak Menteri Agama mengetok palu setelah menyampaikan bahwa tanggal 1 Syawal 1434H jatuh pada hari Kamis, 08 Agustus 2013.

Sepertinya bukan hanya keluarga saya saja yang menunggu hasil keputusan sidang isbat karena begitu palu diketukkan, telpon genggam saya langsung berbunyi. Nada notifikasi pesan singkat, bbm, whatsapp, line, bahkan facebook dan twitter langsung meramaikan telpon genggam saya. Ucapan selamat hari raya dengan berbagai bahasa dan tingkat kerumitan rangkaian kata masuk ke dalam kotak masuk saya. Walaupun disampaikan dengan cara bermacam, semua pesan itu memiliki isi yang senada, ucapan selamat hari raya dan permohonan maaf. Buat saya, itu yang penting; isi dan tujuannya tersampaikan. Saya tidak peduli caranya seperti apa, yang penting isinya tersampaikan. Dan yang penting lagi, saya bersyukur masih dianggap ada dan cukup penting untuk dikirimi pesan-pesan itu.

Tapi ada beberapa pesan yang lumayan mengusik saya yang isinya kurang lebih sama; Mohon maaf jika ada salah dalam kata dan perbuatan. Jika ada salah. Jika...

Saya hanya bisa tersenyum sewaktu membaca pesan-pesan itu. ‘Jika’, mengingatkan saya tentang salah satu fase hidup dan pembelajaran yang saya lewati. Sewaktu umur saya masih lebih muda dari sekarang dan egoisme saya masih sangat tinggi, saya sering melakukannya. Setiap kali melakukan kesalahan dan mendapatkan teguran, bukannya menyadari kesalahan dan dengan ikhlas meminta maaf kepada pihak-pihak yang sudah menjadi korban, yang ada justru rasa kesal dan marah. Dan kemudian ketika sampai pada posisi di mana tidak bisa lagi untuk tidak meminta maaf, akhirnya mengucapkan kata itu dalam kalimat permohonan maaf saya. Ketika saya mengatakan itu, artinya saya tidak menyadari kesalahan saya. Makna maaf yang saya ucapkan hanyalah sekedar formalitas bahwa saya telah meminta maaf. Akan berbeda ketika saya benar-benar merasa menyesal dan memohon maaf. Saya tidak menggunakan kata 'jika'. Saat saya melakukan itu, artinya saya benar-benar tahu di mana letak kesalahan saya dan saya benar-benar memohon maaf.

Dulu. Saya saat ini sedang belajar untuk think before touge, untuk berpikir masak-masak sebelum melemparkan kata, untuk lebih menghargai dan memahami setiap kata yang saya ucapkan. Saya sedang belajar untuk memilah memilih kata walaupun saya tetap saja mengatakan apapun yang perlu dikatakan. Hidup di dunia ini hanya sekali, sayang jika disia-siakan. J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

No Name dan Cinderella XXX

Hidup dari Jendela Bus

Belum Adzan