Korupsi
![]() |
www.colourbox.com |
#1
Jadi kau pikir hanya para pejabat yang
melakukan korupsi?
Mengambil uang negara untuk kepentingan pribadi?
Mengubah harga-harga dalam rencana anggaran agar bisa mereka nikmati sendiri?
Mengambil uang negara untuk kepentingan pribadi?
Mengubah harga-harga dalam rencana anggaran agar bisa mereka nikmati sendiri?
Begitu?
"Ah, kalau guru apa sih yang bisa
dikorupsi? Mau korupsi kapur?" katamu.
Begitu?
Kau yakin tak pernah korupsi?
Ketika kau seharusnya berada di dalam
kelas dan mengajar tetapi justru bersenda gurau dan bercerita di dalam ruang
kerjamu sambil duduk santai,
kau pikir negara tak merugi?
kau pikir negara tak merugi?
Ketika kau seharusnya membagikan ilmu
dalam pengabdian ke masyarakat, tapi justru ongkang-ongkang lalu memalsukan
laporan kegiatan,
kau pikir negara tak merugi?
kau pikir negara tak merugi?
Ketika kau seharusnya menggunakan ilmu
yang kau miliki dan mengembangkannya dengan menjadi peneliti, tapi dengan
seenaknya kau mengambil hasil penelitian orang dan memasukkan namamu begitu
saja,
kau pikir negara tak merugi?
kau pikir negara tak merugi?
Begitu?
Dan itu bukan korupsi?
Begitu?
_____________________________________
#2
"Kamu kenapa?"
"Emosi! Masak bikin KTP kemarin aku kena pungli! Pasang listrik, petugasnya juga narik pungli!"
"Ya kan bisa nolak."
"Nolak? Kalo aku nolak, ga bakal selesai dong urusannya. Lama nanti. Aku mau urusanku cepet kelar!"
"Oh."
"Oiya, ngomong-ngomong tentang siswa yang berkelahi waktu itu, kamu jadi manggil orang tuanya?"
"Jadi. Ini suratnya sudah kubuat, tinggal minta tanda tangan kepala sekolah."
"Aduuh.. nggak usah, deh. Dipanggil anaknya aja, dibina dulu.."
"Prosedurnya sih, pelanggaran pertama memang dibina anaknya. Tapi ini kan pelanggaran dia yang ke tiga, sudah harus ada panggilan orang tua. Apalagi ini pelanggaran berlapis loh. Dia menyontek di ujian dan ketika diingatkan oleh pengawas, dia menghina pengawas. Anak ini perlu dibenarkan etikanya. Dan itu perlu kerja sama dengan orang tua. Tidak bisa kita sendiri."
"Dibina kita dulu lagi aja.. Jangan libatin orang tua."
"Kenapa memang?"
"Kamu nggak tau ya? Bapaknya dia itu kerja di BPK. Kalo kita cari masalah sama anaknya, bisa mati kita nanti."
"Karena?"
"Bisa dipersulit kita nanti kalo ada pemeriksaan. Sudah. Kamu bina dulu saja."
"Hmmm.. kamu benar."
"Nah, apa kubilang."
"Kamu benar waktu bilang kalo korupsi sudah mengakar. Lebih tepatnya, sudah merasuk ke jiwa. Jiwamu salah satunya."
"Wah.. parah memang negara ini. Korupsi... gratifikasi... semua sudah mengakar! Bayangin! Dari yang jabatan tinggi sampe kacungnya, semua korupsi!"
"Kamu kenapa?"
"Emosi! Masak bikin KTP kemarin aku kena pungli! Pasang listrik, petugasnya juga narik pungli!"
"Ya kan bisa nolak."
"Nolak? Kalo aku nolak, ga bakal selesai dong urusannya. Lama nanti. Aku mau urusanku cepet kelar!"
"Oh."
"Oiya, ngomong-ngomong tentang siswa yang berkelahi waktu itu, kamu jadi manggil orang tuanya?"
"Jadi. Ini suratnya sudah kubuat, tinggal minta tanda tangan kepala sekolah."
"Aduuh.. nggak usah, deh. Dipanggil anaknya aja, dibina dulu.."
"Prosedurnya sih, pelanggaran pertama memang dibina anaknya. Tapi ini kan pelanggaran dia yang ke tiga, sudah harus ada panggilan orang tua. Apalagi ini pelanggaran berlapis loh. Dia menyontek di ujian dan ketika diingatkan oleh pengawas, dia menghina pengawas. Anak ini perlu dibenarkan etikanya. Dan itu perlu kerja sama dengan orang tua. Tidak bisa kita sendiri."
"Dibina kita dulu lagi aja.. Jangan libatin orang tua."
"Kenapa memang?"
"Kamu nggak tau ya? Bapaknya dia itu kerja di BPK. Kalo kita cari masalah sama anaknya, bisa mati kita nanti."
"Karena?"
"Bisa dipersulit kita nanti kalo ada pemeriksaan. Sudah. Kamu bina dulu saja."
"Hmmm.. kamu benar."
"Nah, apa kubilang."
"Kamu benar waktu bilang kalo korupsi sudah mengakar. Lebih tepatnya, sudah merasuk ke jiwa. Jiwamu salah satunya."
Komentar