Menunggu Waktu



stamatisgr.deviantartcom



Seorang lelaki tua berlari cepat ke arahku, menembus hujan yang semenjak tadi turun dengan lebat. Hujan yang memaksaku untuk duduk di halte ini selama hampir satu jam. Satu jam yang sia-sia, yang seharusnya bisa kupakai untuk berbaring melepas lelah di atas kasur.

"Lama menungguku?" tanya lelaki tua itu begitu sampai di hadapanku.

Aku memandangnya heran. Aku tidak kenal dengannya, tidak merasa kenal dengannya. Untuk apa pula aku menunggunya?

Dia tersenyum, duduk di sisiku, lantas diam memandangi hujan di hadapan kami.

"Manusia itu aneh."

Aku menoleh pada lelaki tua yang duduk di sisiku itu. Tidak mengatakan apa-apa, hanya diam memandangi dengan heran lelaki yang kedua matanya menerawang ke dalam hujan.

"Sekali waktu mereka memburu-buruku, menyuruhku cepat-cepat datang. Begitu aku benar-benar datang, mereka mengeluh. Mereka bilang aku terlalu cepat datang. Lalu mereka memarahiku, memakiku." Lelaki tua itu menghela napas.

Aku masih tidak berkomentar, masih terlalu bingung hendak berkomentar apa. Kepalaku saat ini dipenuhi kebingungan, tidak mengerti dengan maksud ucapan lelaki tua itu.

"Yah, pada kenyataannya memang aku tidak bisa apa-apa. Mau sekeras apapun suara mereka memanggilku untuk segera datang, jika memang belum saatnya, aku tidak akan bisa datang. Mau selantang apapun mereka memakiku ketika aku datang, aku akan tetap datang jika memang itu saatku untuk datang. Tapi, yah, kadang aku kesal juga mendengarnya, panas juga kupingku lama-lama."

Lelaki tua itu memalingkan pandangannya padaku. Dia tersenyum, membuat kedua matanya menjadi serupa garis dan kerutan-kerutan di wajahnya menjadi semakin jelas terlihat.

"Kau jangan begitu, ya? Jangan membuat kupingku bertambah panas lagi.Kau tenang-tenang saja, nikmati hidupmu. Semuanya sudah diatur. Semua ada saatnya. Ditunggu saja, diisi, dinikmati. Ingat, diisi dan dinikmati, jangan hanya dilewatkan begitu saja. Bisa rugi kau nanti kalau kau membiarkanku lewat begitu saja. Bisa menyesal nanti. Dinikmati, diisi untuk mempersiapkan nanti." Dia masih saja tersenyum. "Ingat ya? Tunggu aku. Jangan kau buru-buru aku. Kau tunggu saja aku, jika tiba saatku, aku pasti datang. Pasti."

Kebingungan di dalam kepalaku semakin menjadi. Aku semakin tidak mengerti maksud ucapan lelaki tua yang wajahnya masih dihiasi senyuman itu. Apa maksudnya aku tidak boleh membiarkannya lewat. Apa pula maksudnya menyuruhku menunggunya. Memangnya dia itu siapa?

"Kau mau bertanya sesuatu padaku?" tanyanya, seolah tahu isi kepalaku. Aku mengangguk. "Kau tak kenal aku?" tanyanya lagi dengan nada heran. Aku menggeleng. "Benar kau tak kenal aku?" Kali ini aku mengangguk.

"Bapak siapa?" Suaraku akhirnya keluar, mempertanyakan pertanyaan yang mengganjal di kerongkonganku semenjak tadi.

"Namaku waktu," katanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

No Name dan Cinderella XXX

Hidup dari Jendela Bus

Belum Adzan