Nak..


naldzgraphics.net



Nak, apa kabarmu?
Lama aku tak mendengar kabarmu. Kau tahu, sebenarnya aku merindu. Sayangnya keberanianku untuk menghubungimu itu, entah berada di mana sekarang, aku tak tahu. Mungkin tertindih kesibukan yang kubangun sendiri. Mungkin terselip di antara rasa bersalah di dalam hati. Atau mungkin sengaja kusembunyikan di balik rasa sakit hatiku tempo hari.

Nak, kau masih kecewa padaku?
Ya, aku tahu kau kecewa padaku. Tak perlu kau mengatakannya, aku tahu. Aku yang membesarkanmu. Aku bisa membaca sorot matamu. Maafkan aku telah mengecewakanmu. Aku tahu selama ini aku selalu memaksamu menjadi lelaki yang kuat. Aku selalu menekankan bahwa dukamu, lemahmu, tangismu, tak boleh ada yang tahu. Aku tahu aku selalu mengingatkanmu tentang apa kata wanitamu nanti jika kau tunjukkan kelemahanmu. Tapi kemudian aku sendiri yang terberai di hadapanmu, memecah tangisku dalam bisu, menunjukkan kelemahanku. Aku tahu, kau pasti kecewa padaku. Maaf, Nak. Maafkan aku. Maafkan juga aku tak mampu memberimu apa yang kau inginkan. Maaf aku tak bisa memberimu kehidupan menyenangkan seperti apa yang teman-temanmu punya. Tapi aku akan berusaha, Nak. Aku akan terus berusaha.

Nak, bisakah kau tak lagi marah padaku?
Aku tahu aku salah. Aku tahu, seharusnya aku memberi contoh nyata dan tak hanya menyuruhmu ini itu. Aku tahu bagaimana perasaanmu ketika harus melihatku setiap hari menghisap rokokku lantas dengan keras melarangmu mengikuti tingkah lakuku. Aku masih ingat, malam itu, ketika aku melarangmu untuk yang terakhir kali, kau memberontak dan berteriak padaku. Kau bilang aku tak adil. Kau bilang, jika memang aku ingin kau tak merokok, aku tidak seharusnya merokok. Aku harus berhenti. Nak, bukannya aku tak berusaha bersikap adil padamu, pada kita. Hanya saja, aku sudah terlanjur masuk ke lingkaran setan ini dan untuk bisa keluar, ini benar-benar setengah mati. Aku tak mau kau masuk ke lingkaran yang sama, Nak. Lebih baik kau hindari, jangan kau masuki. Biar aku saja yang merasakan. Biar aku saja yang akan terus berputar di dalamnya, jangan kau. Tapi kau tenang saja, Nak. Aku tetap berusaha melepaskan diri dan keluar dari lingkaran. Buatmu.

Nak, aku rindu.
Aku benar-benar merindukanmu. Aku merindukan waktu. Aku merindukan kedua matamu yang menatap takjub pada apa pun yang kulakukan. Seolah aku ini ayah paling hebat di dunia. Aku merindukan lepasnya suara tawamu ketika aku mengangkat tubuhmu ke udara. Selalu seolah semua masalahku ikut terangkat tinggi lalu menghilang di antaranya. Aku merindukan panggilanmu, suaramu ketika menanyakan padaku tentang ini itu seolah aku ini manusia hebat yang serba tahu. Ah, Nak. Kau sudah besar sekarang. Aku tak mungkin lagi bisa mendapatkan semua itu. Tak lagi mungkin kau menatapku dengan ketakjuban atau tertawa lepas saat kuangkat ke udara, atau memanggil-manggil namaku untuk mempertanyakan ini itu. Tapi paling tidak, bisakah kita duduk bersama dan membicarakan tentang hidup?

Nak, maafkan aku.
Maaf aku tak pernah mengatakan betapa aku merasa bersalah tentang pertengkaran terakhir kita, betapa kau benar dan aku salah. Maaf, Nak. Maaf aku tak pernah mengatakan aku menyayangimu. Dan maaf, aku baru mengatakannya sekarang. Nak, aku menyayangimu. Jadi, bisakah kau menghubungiku?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

No Name dan Cinderella XXX

Hidup dari Jendela Bus

Belum Adzan