Manusia Setengah-Setengah (2)

tinypapers.wordpress.com








"Sarapan, Dik?"

Aku menoleh, meninggalkan piring berisi penuh makanan sarapan yang semenjak tadi kuhadapi. Seorang laki-laki berkemeja abu-abu duduk di sisiku. Dia tersenyum.

"Iya, Pak," jawabku setelah berhasil menelan makanan yang ada di mulutku.

Laki-laki itu lantas mengajakku berbincang tentang pilpres yang akan digelar sebentar lagi, membuatku tak lagi tertarik pada makananku. Perhatianku langsung tersedot padanya, laki-laki yang dengan begitu hebat menyusun kata, bercerita tentang idealisme, tentang peraturan perundang-undangan yang ternyata dia hafal di luar kepala. Dia juga bercerita tentang sejarah para kandidat calon presiden, tentang segala dosa yang mereka pernah lakukan, segala peraturan yang pernah mereka langgar.

"Jadi harus benar-benar hati-hati dalam menjatuhkan pilihan, Dik," katanya mengakhiri cerita hebatnya.

Aku takjub. Aku belum pernah bertemu seseorang dengan penguasaan peraturan sehebat dia. Dia benar-benar hafal peraturan, keppres, undang-undang itu... Dia hafal semuanya. Dengan mudahnya dia juga menjelaskan padaku tentang peraturan mana yang telah dilanggar oleh para calon presiden itu, tentang sanksi apa saja yang seharusnya mereka terima. Ya aku takjub.

"Iya, benar, Pak," kataku menanggapi. "Bapak ini orang hukum ya?"

"Bukan, Dik. Saya ini cuma pegawe negeri rendahan. Cuma bagian kepegawaian di kantor situ." Laki-laki itu menunjuk sebuah kantor instansi pemerintah yang ada di depan kedai makan tempat kami duduk sekarang.

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. "Ooh, bekerja di situ, Pak? Saya kira di mana gitu... Habis pakaian bapak beda dari seragam yang dipakai pegawai di kantor itu."

"Ah, malas saya pakai seragam," katanya sebelum kemudian menyeruput kopinya.

Keningku mulai mengernyit, heran dengan alasannya. Malas pakai seragam, dia bilang? Bukannya seragam itu diatur oleh peraturan? Bukannya dia baru saja berbicara tentang para pelanggar peraturan dan betapa bencinya dia pada mereka?

"Pak, bapak nggak papa duduk di sini jam segini? Ini masih jam kerja kan, Pak?" Entahlah, tiba-tiba aku tidak bisa menahan mulutku untuk menanyakan itu.

"Aah.. nggak masalah. Peraturan itu kan dibuat untuk dilanggar, Dik!"

Luntur. Kekagumanku yang tebal padanya tadi lansung luntur. Kehebatannya yang tadi begitu besar di mataku langsung runtuh. Ah, lagi-lagi aku bertemu dengan golongan mereka; manusia setengah-setengah!! Menyebalkan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

No Name dan Cinderella XXX

Hidup dari Jendela Bus

Belum Adzan