Salah



www.thinkstockphotos.com


Saya heran.

Ketika 'beliau' yang makan sambil berdiri, semua orang tiba-tiba menjadi menjadi ahli agama, semua berkomentar tentang adab, tentang seorang yang seharusnya menjadi teladan tapi tak bisa memberikan teladan. Padahal itu hanya sekali saja.

Tapi ketika sepasang suami istri, artis, yang selama ini dianggap sholeh dan sholehah, mengiklankan suatu produk dan mereka minum sambil berdiri, semuanya seolah bungkam. Tak ada satu pun yang berkomentar. Padahal iklannya ditayangkan hampir setiap lima belas menit dan semua orang bisa melihatnya.

Awalnya saya heran. Bukankah yang dilihat berulang-ulang itu yang akan lebih melekat di ingatan? Mengapa yang hanya sekali dihakimi semacam itu, sedangkan yang berulang tetap dibiarkan tayang? Saya benar-benar heran. Tapi lantas saya mulai paham.

Saya mulai paham bahwa dunia ini begitu abu-abu, tak lagi hitam dan putih saja.
 
Saya mulai paham bahwa benar dan salah bukan lagi tentang pola pikir, sikap, atau tindakan, tetapi tentang siapa pelakunya.
 
Saya mulai paham bahwa ketika kita membenci, sebaik apa pun, sehebat apa pun, atau sebenar apa pun tindakan seseorang, kita tak akan dapat melihatnya. Pun sebaliknya.

Makanya saya tak lagi bertanya ketika ada satu pihak yang dihakimi habis-habisan padahal dia menjalankan yang benar, yang prosedural.
 
Saya tak lagi berkomentar ketika pihak yang lain, yang sudah jelas melanggar aturan, jelas-jelas tidak prosedural, tetapi dibela habis-habisan.
 
Saya tidak lagi mau ambil pusing karena saya mulai paham. Ya, saya paham itu semua.

Tapi, hei, bukan itu saja yang membuat saya pada akhirnya memilih untuk diam.
 
Saya diam karena saya tahu tuhan tak pernah menutup mata, bahwa dia tak akan tinggal diam, dan bahwa pada akhirnya kita semua akan menuai apa pun yang kita tanam.
 
#‎Salah
Ternate, 100715 at 05:16 AM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

No Name dan Cinderella XXX

Hidup dari Jendela Bus

Belum Adzan