Tersindir





Bug!! Aku membanting surat kabar yang semenjak tadi kugulung-gulung dengan marah ke atas meja, membuat semua kepala yang ada di ruangan menoleh padaku.

"KURANG AJAR! APA MAKSUDMU?" tanyaku dengan marah seraya menunjuk ke sebuah artikel dengan namanya tercantum pada nama penulisnya.

"Maksudku?" tanyanya bingung.

"IYA. APA MAKSUDMU MENULIS SEMUA INI? KALO KAU MEMANG TAK SUKA PADAKU, KATAKAN TERUS TERANG JANGAN SEPERTI INI. KALO SEPERTI INI KAN SEMUA ORANG BISA MEMBACA!!" kataku lagi, masih dengan suara keras dan nada setinggi sebelumnya, nada yang dirambati amarah.

Laki-laki itu menatapku. Kedua alisnya bertaut. Wajanya menunjukkan keheranan.

"Kau marah padaku karena ini? Karena artikelku?" tanyanya heran dengan nada yang biasa saja, tak terpancing oleh nada tinggiku.

Aku tidak menjawabnya. Pertanyaannya itu hanya retorika yang tak memerlukan jawaban. Jadi aku diam, dengan kedua tangan berkacak pinggang, kedua mata menatapnya, dan seluruh pembuluh darah yang dialiri amarah.

Lelaki itu menghela napas lalu tersenyum. "Adakah namamu kutulis di situ?" tanyanya. Aku menggeleng. "Nama kantor kita?" tanyanya lagi. Aku kembali menggeleng. "Atau adakah apa pun yang kutulis di situ mengindikasikan bahwa ini adalah kau yang kutulis?"

Kedua tanganku perlahan kuturunkan dari pinggang. Kemarahanku mulai surut. Aku menelan ludah dan lagi-lagi menggeleng.

"Lantas, apa yang membuatmu begitu marah padaku?"

Aku bisu. Tapi aku yakin sekali bahwa aku lah yang dia tulis dalam artikelnya itu, perilaku ku lah yang dia jadikan contoh buruk dalam artikelnya itu. Tapi ...

"Jadi, apa artinya ketika aku tidak menuliskan namamu, tidak menuliskan nama kantor kita, atau apa pun yang mengindikasikan bahwa itu adalah kau." Senyuman kemenangan mulai nampak di wajahnya. "Jadi kau tersindir?" tanyanya. "Jadi, artinya?"

Orang-orang yang semenjak tadi terusik oleh suara kerasku dan menatap kami, semakin penasaran menatap kami. Dan wajah-wajah mereka sekarang mulai menghakimi.

"BER*****K!" bentakku seraya melangkah cepat meninggalkannya.

Iya. Lagi-lagi aku membuat diriku tampak bodoh, Harusnya tadi aku diam saja saat menemukan  artikel ini. Toh memang tak ada namaku. Toh, dia memang tidak menyebutkanku. Ya, seharusnya aku diam saja agar hanya aku saja yang tahu bahwa memang aku seperti itu. Ah, bodoh!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

No Name dan Cinderella XXX

Belum Adzan

Hidup dari Jendela Bus