Penting Tak Penting
Maafkan aku
Maafkan jika
aku sudah melakukan hal-hal yang menurutmu tak penting. Tapi, maaf, bagiku itu
penting. Karena sama halnya dengan suka dan tidak suka, penting dan tidak
penting adalah sesuatu yang subyektif.
Aku minta
maaf jika aku terlalu sering menyumpal telingaku dan mendengarkan musik. Mungkin
bagimu mendengarkan musik tidak penting, tapi bagiku itu penting. Aku perlu
melarikan diri dari suara-suara keluhan di sekelilingku, perlu menulikan diri
dari mereka semua. Aku tak bisa bekerja dengan mendengarkan keluhan ini dan
itu, tentang betapa banyaknya pekerjaan orang-orang di sekitarku, tentang
betapa banyak masalah di hidup mereka, tentang betapa tidak menyenangkannya
hidup mereka. Ya, aku tak bisa bekerja dengan mendengarkan semua itu. Makanya aku
selalu akan memilih menyumpal telingaku. Aku lebih memilih mendengarkan sesuatu
yang menenangkan dan memberiku semangat bekerja, daripada kata-kata penuh keluhan
yang hanya akan membuatku pada akhirnya ikut menjadi seorang pengeluh.
Aku minta
maaf jika di sela-sela waktu kerja, aku masih menerima dan membalasi pesan-pesan
yang masuk ke ponselku. Mungkin menurutmu itu tak penting, tapi bagiku itu
penting. Tahukah kau, pesan-pesan itu dari keluarga dan teman-temanku. Mereka
adalah orang-orang yang selalu ada ketika aku butuhkan yang aku tak tahu sampai
kapan kami dijodohkan, kapan kami akan dipanggil pulang. Sekedar obrolan
ringan, ucapan selamat pagi, ucapan selamat beraktivitas, mungkin tak penting
bagimu. Tapi bagiku, itu adalah cara mereka untuk menggantikan kehadiran fisik
yang tak bisa mereka berikan padaku saat ini. Makanya, aku pun akan berlaku
sama: berusaha menggantikan kehadiran fisik yang tak bisa aku berikan kepada
mereka untuk sekarang, dengan membalas pesan-pesan mereka. Lagipula, mereka
juga cukup tahu diri untuk tak menggangguku dengan hal-hal tak penting di jam
kerja.
Aku minta
maaf jika kadang, di sela-sela waktu kerja, aku melakukan ini dan itu. Bagimu
itu mungkin tak penting, tapi bagiku itu penting. Itu adalah cara aku
melepaskan kejenuhan. Aku manusia yang mudah jenuh dan kepalaku seringnya susah
untuk diajak bekerja ketika mulai memasuki fase itu. Makanya aku akan melakukan
ini dan itu untuk sesaat, untuk membuat rasa jenuh aku minggat. Setelah itu,
setelah waktu yang tak terlalu lama itu, aku sudah akan kembali bekerja. Bagiku
ini jauh lebih baik daripada aku memaksakan diri untuk terus memelototi
pekerjaan sepanjang waktu tapi pada kenyataannya otakku tak bekerja.
Aku minta
maaf jika kadang aku menasehati terlalu jauh dan berbicara terlalu banyak pada adik-adik
kita. Mungkin bagimu itu tak penting dan berlebihan, tapi bagiku itu penting. Aku
sadar aku manusia yang tidak sempurna yang pastinya masih butuh belajar banyak.
Tapi aku sudah melewati hidup lebih banyak dari mereka, aku sudah bertemu
dengan orang-orang yang menerima akibat dari kesalahan yang sama dengan apa
yang mereka perbuat, yang akan mereka perbuat. Aku hanya tak mau adik-adik kita
mendapatkan hal yang sama. Jika bisa kita cegah, mengapa tidak? Apakah harus
kita biarkan mereka terjatuh terlebih dahulu, menerima akibatnya agar mereka
bisa belajar? Apakah tidak jauh lebih baik jika mereka belajar dari kesalahan
orang lain untuk tidak melakukan kesalahan yang sama?
Dan di atas
semua itu, aku minta maaf karena aku berbeda. Mungkin bagimu itu tak penting,
tapi bagiku itu penting. Bukannya Alloh sudah menciptakan setiap manusia
berbeda-beda. Jika memang seperti itu, mengapa lantas aku harus sama?
Tapi, tenang
saja. Walaupun aku suka menyumpal telingaku, menerima dan membalasi
pesan-pesan, atau melakukan ini dan itu di sela waktu kerja, aku tetap akan
menyelesaikan pekerjaanku. Aku tetap menjalankannya. Karena aku tahu setiap
mikro detik dari waktu hidup aku nantinya akan dimintai pertanggung jawaban
oleh Sang Pemberi. Aku tetap akan bekerja dan menyelesaikan pekerjaanku. Aku
janji kau akan melihat hasilnya. Itu kan yang sebenarnya kau butuhkan?
Komentar