Dzalim
"Dzalim!" Aku menghentikan kegiatanku sewaktu, entah sudah ke berapa kalinya, aku mendengar perempuan berkaca mata yang duduk di dekat kasir itu menggumamkan kata yang sama. Dzalim. Dengan nada penuh kebencian yang sama. "Siapa yang dzalim, mbak?" Seorang perempuan lain yang duduk paling dekat dengannya bertanya. Mungkin, sama denganku, dia sudah mulai risih mendengar nada kebencian dari perempuan berkacamata itu. "Pemimpin kita." "Dzalim bagaimana?" "Bagaimana tidak dzalim? Di era kepemimpinan dia, harga-harga meningkat. Semua bahan kebutuhan rakyat harganya jadi selangit. Bahkan cabe. Ya ampun. Cabe loh, harganya.. Tak masuk akal." Perempuan satunya mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah tahu bahwa perempuan berkacamata di hadapannya masih belum selesai. Dan dia benar. "Rakyat kecil digusur, disuruh pindah ke rusun tapi disuruh bayar. Udah gitu rusunnya kan jauh dari tempatnya bekerja. Artinya mereka harus meng...