Revolusi Mental
“Revolusi mental,” cemoohku. “Revolusi mental apanya? Mental bobrok gitu. Masak ngerokok di depan kamera? Masak perempuan pamer tato?” Kamu hanya tersenyum, tak menanggapiku. Kedua mata yang kamu sembunyikan di balik kaca mata minus itu masih saja menekuni berita yang ada di surat kabar. “Ini lagi, ngajarin nggak rapi. Masak di acara resmi kayak gitu kok bajunya pada nggak dimasukin? Berantakan.” Aku mendengus. “Revolusi mental,” cemoohku. Masih tidak ada komentar darimu. “Mau revolusi mental gimanaaaaa kalau menterinya SMA aja nggak lulus?” Aku mengganti saluran televisi. “Revolusi mental,” cemoohku. Surat kabar yang tadinya terbuka lebar di meja di hadapanmu itu akhirnya kamu tutup. Kaca mata yang menghiasi wajahmu akhirnya kamu lepas, kamu lipat baik-bauk dan kamu masukkan ke dalam tempatnya yang berwarna hitam. Kedua tanganmu lantas kamu lipat di atas meja dan senyuman kemudian menghiasi wajahmu. “Yah, memang sebenarnya tidka etis juga ketik...