Bintang Kecil



Aku sebuah bintang kecil yang selama ini berpikir bahwa semua manusia adalah makhluk terhebat di antara makhluk yang lain. Tapi, kemudian aku sadar kalo apa yang aku pikir selama ini adalah sebuah kesalahan. Ternyata tidak semua manusia sehebat apa yang selalu aku dengar. Ternyata ada makhluk lain yang lebih hebat dari sebagian besar manusia. Namanya Semut.

Dari atas sini, aku sering mengamati makhluk-makhluk kecil itu berbaris, mencari makan. Awalnya sih aku menganggap remeh mereka. Mereka hanya makhluk yang sangat kecil, apalagi dibandingkan dengan manusia yang selama ini aku anggap hebat. Mereka itu bukan apa-apa; kecil, jelek, lemah. Paling, terinjak manusia saja mati. Tapi sesuatu mengubah pandanganku bahwa sesuatu yang kecil itu tidak selalu lemah, bahwa sesuatu yang nampak bagus itu belum tentu bagus.

Ngomong-ngomong, kemarin Bumi bilang padaku kalo dia sedang tidak enak badan. Yah, bagaimana bisa enak badan kalo pembuluh darahnya saja dipenuhi sampah. Bagaimana bisa enak badan kalo darahnya dipenuhi asap pabrik, asap kendaraan, asap rokok. Bagaimana coba si Bumi itu bisa enak badan kalo kulitnya gundul, rambut-rambut yang seharusnya melindungi tubuhnya, dipapras habis di beberapa tempat. Nah, karena tidak enak badan, Bumi bilang dia akan protes. Dia akan mengguncangkan beberapa bagian dirinya hari ini, berbagi ketidak enakan yang dia rasakan. Aku sih iya-iya saja waktu dia bilang padaku tentang hal itu. Memangnya, aku bisa bilang apa lagi?
Ternyata Bumi tidak main-main. Hari ini dia benar-benar menggoncangkan beberapa bagian tubuhnya. Banyak rumah manusia yang roboh dan memaksa penghuninya untuk tidur di luar, beratapkan langit.

Waktu melihat manusia-manusia itu, aku masih berpikir bahwa mereka itu hebat, tetap bertahan walaupun “dicoba” oleh Bumi. Tapi, ternyata ….

***

Di sebuah tempat, tidak begitu jauh dari pusat gempa.

Beberapa mahasiswa bergegas menaiki tangga ke lantai empat gedung kuliahnya. Hari ini, ada kuliah yang seharusnya sudah dimulai lima menit yang lalu. Mereka bergegas karena takut jam kuliah mereka habis dan mereka tidak dapat memperoleh hak mereka secara penuh. Ketakutan yang wajar setelah kewajiban mereka untuk membayar uang kuliah yang selangit dilakukan.

Para mahasiswa itu disambut oleh sesuatu yang menyebalkan; ruang kuliah kosong, dosen belum datang dan peralatan yang seharusnya mereka gunakan untuk kuliah juga belum siap.

Dari atas sini, lewat jendela kelas, aku bisa melihat wajah-wajah kesal mereka. Aku jadi teringat dengan Bumi. Wajahnya juga selalu terlihat kesal seperti itu setiap kali aku membicarakan soal manusia.

Lumayan lama kemudian, dosen yang mereka tunggu akhirnya datang. Dan kuliah akhirnya dimulai.

“Jadi, dokumentasi keperawatan itu ada ….”

Penjelasan dosen itu terhenti sewaktu beberapa mahasiswanya berdiri dengan panik. Gedung berlantai empat yang mereka tempati bergoyang. Entah karena trauma atau apa, mereka berusaha meninggalkan ruangan itu. Tapi, belum sempat mereka keluar, goyangan berhenti. Mereka akhirnya kembali duduk.

“Biasanya orang yang gampang panik itu orang yang takut mati. Dan orang yang takut mati itu biasanya karena amalnya kurang,” kata Pak Dosen dengan tenang sambil meletakkan tangannya di atas meja.

Kelas menjadi ribut, entah karena gempa susulan tadi atau karena tidak terima dengan kata-kata Pak Dosen. Tapi yang jelas, tidak ada satupun yang berkata dengan jelas.
“Buat apa sih kalian ramai berebut mau keluar?” tanya Pak Dosen.

Tidak ada yang menjawab dengan jelas pertanyaan dosen. Semua hanya mengeluarkan suara-suara tidak jelas.

“Kalo memang sudah saatnya mati, kita akan mati juga.” Pak Dosen diam sesaat. “Ingat, kemanapun kita pergi, dimanapun kita bersembunyi, kematian akan tetap bisa menemukan kita.”

Buat beberapa saat, kelas masih ribut.

“Sudah, kita lanjutkan kuliah kita. Jadi, dokumentasi keperawatan itu ada beberapa macam ….”

Kuliah itu berlanjut.

****

Aku sebuah bintang kecil yang baru saja menemukan fakta bahwa manusia ada juga yang aneh. Ternyata ada juga manusia semacam dosen itu. Aku pikir manusia itu tidak ada yang sombong. Ternyata ada, ya? Apa dia pikir amal dia sudah cukup? Rasulullah saja yang sudah pasti masuk surga, tidak pernah merasa cukup beramal, kok! Lah dia?

****

Di sebuah desa, di antara rumah-rumah yang hancur karena gempa.

Beberapa ekor semut berbaris mencari makan. Mereka dengan ringan hati berjalan melalui puing-puing bekas rumah. Langkah mereka berhenti di dekat sungai dimana mereka menemukan buah sawo matang yang jatuh dari pohon. Satu per satu mereka mengambil sawo sebanyak yang bisa mereka bawa lalu kembali ke sarang. Setelah meletakkan barang bawaan, mereka kembali melangkah ke tepi sungai, mengambil sawo dan kembali ke sarang, begitu terus sampai sawo habis.

Besok paginya hujan turun deras, para semut tidak bisa keluar mencari makan. Tapi, untunglah mereka masih punya cadangan makanan yang lebih dari cukup. Memang menabung itu selalu ada manfaatnya.

Hujan deras akhirnya membawa banjir. Tanah terendam air yang kemudian mulai mengaliri liang-liang, pintu masuk ke sarang semut. Para semut berlarian menyelamatkan diri. Mereka tidak peduli apakah mereka akan berhasil atau akan mati tenggelam di air itu. Hal yang ada di pikiran mereka adalah bagaimana berusaha menyelamatkan diri supaya mereka bisa hidup dan menjaga Sang Ratu, ibu mereka. Kalopun mereka akhirnya mati tenggelam, mereka tidak peduli. Mereka sudah berusaha untuk menyelamatkan diri.

****

Aku sebuah bintang kecil yang takjub pada makhluk-makhluk mungil bernama semut. Aku baru tahu kalo ternyata semut-semut itu hebat. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk bertahan hidup.

Semut-semut itu merasa tidak takut mati dan takut mati di saat yang sama. Mereka tidak takut mati. Mereka tahu, mati atau tidak itu ada di tangan Allah. Apapun yang mereka lakukan untuk menghindari kematian itu tidak akan berhasil. Tapi, mereka juga takut mati. Mereka takut kalo sampai mereka mati, tidak ada yang akan menjaga Sang Ratu, ibu mereka. Makanya, mereka berusaha sekuat tenaga untuk tetap hidup.

****

Sejak hari pertama gempa hebat, banyak manusia baik hati yang mengirimkan bantuan makanan, obat-obatan, dan selimut. Tapi, ternyata tidak semua manusia punya hati yang baik. Dengan alasan “juga butuh bantuan” atau “kami juga korban”, beberapa manusia yang hanya lecet di siku itu mengambil paksa jatah makanan untuk sesama mereka. Padahal tidak begitu jauh dari tempat mereka, ada manusia lain yang lebih kelaparan dan tidak mampu bergerak karena kedua kakinya patah. Tidak begitu jauh dari tempat mereka, ada manusia lain yang lebih kecil dari mereka, yang menggigil kedinginan dan tidak tahu harus mencari perlindungan kepada siapa karena orang tuanya meninggal.

****

Aku sebuah bintang kecil yang lumayan dikagetkan dengan tingkah manusia yang selama ini aku anggap hebat. Ternyata ada dari mereka yang malas, tidak mau berusaha memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Ada sebagian dari mereka yang hanya mau duduk, diam, santai tapi tetap ada yang memberi mereka makanan. Enak betul!

Memang benar kata seorang manusia bernama Iwan Fals yang bernyanyi, “Namun kadang kala ada manusia seperti binatang. Bahkan manusia lebih keji dari binatang. Tampar kiri kanan alasan untuk makan. Padahal semua tahu dia serba kecukupan. Intip kiri kanan lalu curi jatah orang. Peduli sahabat kental kurus kering kelaparan.”

****

Semut-semut yang rumahnya hancur oleh banjir, sekarang membangun rumah yang baru lagi. Beberapa dari mereka memang mati karena banjir kemarin. Tapi, kematian beberapa semut tidak lantas membuat mereka malas. Mereka harus tetap hidup dan menjaga ibu mereka. Mereka harus tetap mencari makanan. Maka, pergilah mereka mencari makanan, untuk tabungan mereka yang akan datang.

Tidak peduli seberapa lapar, mereka tidak akan mengambil apa yang bukan jatah mereka. Para semut itu memilih untuk menunggu sampai waktu makan mereka tiba. Para semut itu sadar ketika mereka makan makanan yang menjadi jatah semut lain, itu sama saja membunuh sodara mereka secara perlahan.

****

Aku sebuah bintang kecil yang takjub pada makhluk mungil bernama semut. Mereka begitu peduli pada sesamanya, tidak berusaha saling menjatuhkan dan merugikan sesama.

****

Perbedaan yang begitu nyata; antara besar dan kecil, antara manusia dan semut.
Seluruh alam ini tahu kalo manusia itu makhluk paling sempurna. Tapi, kenapa justru makhluk yang sempurna itu tidak bisa menghargai hadiah Allah yang paling berharga? Kenapa banyak manusia yang menyia-nyiakan nyawanya? Bagaimana bisa ada manusia yang sama sekali tidak berusaha memperjuangkan pemberian Allah itu dan berpikiran sempit macam dosen yang aku lihat tadi?

Yah, sebenarnya si Dosen itu tidak seratus persen salah. Manusia memang tidak bisa menghindar dari kematian. Tapi Allah juga tidak pernah menyuruh manusia berdiam diri. Allah kan tidak akan mengubah nasib manusia jika manusia itu tidak mau berusaha mengubah nasibnya sendiri. Lagipula, dengan tidak berusaha menyelamatkan hidup, sama saja manusia itu bunuh diri, dong! Allah kan benci banget sama orang yang bunuh diri.

Mending juga semut. Walaupun manusia memasukkannya ke dalam gelas yang penuh air lalu mengaduknya, semut akan berusaha berenang menyelamatkan hidupnya. Walaupun dia tahu hidup mati ada di tangan Allah, tapi dia tetap berusaha menjaga hadiah terindah dari Allah itu. Semut juga tidak suka merugikan sesamanya. Tidak seperti manusia yang suka mengambil jatah sesamanya; korupsi, penipuan, perampokan, penjarahan. Ah, menyesakkan dada saja!

****

Aku sebuah bintang kecil yang tidak lagi menganggap manusia sebagai makhluk terhebat. Karena aku tahu, si semut kecil lebih hebat dari manusia.

Ngomong-ngomong, Bumi bilang padaku kalo dia belum puas. Dia masih ingin “mengembalikan” apa yang telah manusia berikan padanya. Rencananya sih dia mau menggoncang lagi. Tapi, entah kapan. Aku sih iya-iya saja waktu dia bilang padaku tentang hal itu. Memangnya, aku bisa bilang apa lagi? Lagipula, aku suka kalo bumi menggoncang lagi. Aku pasti jadi semakin tahu perbedaan antara manusia dan semut.

Tamat (26 Juni 2006)

nOTe: Cerpen ini dulu dapet juara II di tangkai lomba penulisan cerpen di Pekan Seni Mahasiswa Nasional yang diadain sama BPSMI tahun 2006!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil