Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

Terbalik

Gambar
"Adzan magrib!" seruku. Cepat-cepat aku membaca doa lalu meneguk air putih yang sudah disediakan di atas meja. Segarnya. Alih-alih ikut membaca doa berbuka puasa, kamu meneguk air putihmu terlebih dahulu, lalu baru membaca doa. "Heh, ga kebalik, tuh?" tegurku. "Masak minum dulu baru baca doa?" Kamu tersenyum. Kemudian kembali meneguk air putih di gelasmu. "Ketika hendak membatalkan puasa dengan makan dan minum bacalah basmalah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya 'Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu" (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya). (1)" "Hmm?" Kamu tersenyum lagi. "Kepanjangan, ya? Intinya, sebelum makan atau minum untuk membatalkan puasa, ucapkan basmallah." "Itu aja? Terus kapan baca doa be

11 - 23

Gambar
"Yang bener itu tarawih sebelas rekaat apa dua puluh tiga, sih?" tanyaku. "Bener semua," jawabmu. "Tapi mana sebenernya yang lebih baik? Sebelas apa dua puluh tiga?" "Semuanya baik." "Menurutmu, kita sebaiknya ikut di masjid yang mana? Yang rakaatnya sebelas atau dua puluh tiga?" "Kita? Di rumah. Perempuan itu sholatnya di rumah. Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah di bagian dalam rumah mereka(1)." "Ah, iya." "Sebelas maupun dua puluh tiga, tak ada masalah. Bacalah dasarnya. Baca sejarahnya. Belajar. Supaya lebih faham." "Ah, iya juga." Surakarta, 9 Juni 2018 ------------------ “Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah di bagian dalam rumah mereka.” (HR. Ahmad)

Mudik

Gambar
"Sampai mana?" tanyamu di telpon. "Bentar lagi sampe, kok. Sabar, ya?" "Iya." "Kamu udah mau sampai emangnya?" tanyaku balik. "Belum. Masih sekitar dua jam an lagi." Kamu menghela napas. Aku bisa mendengarnya. "Kenapa?" tanyaku, menanyakan maksud helaan napasmu. "Kamu nggak seneng kita bisa sama-sama mudik kayak gini? Nanti keluarga kita bakalan ngumpul semuanya pas lebaran." "Seneng, lah. Aku seneng banget. Cuman.." Aku menunggu. "Ramadan udah mau habis. Sedih juga rasanya. Mana hapalanku cuma nambah satu surah. Ngajiku belum sampai juz lima belas. Waktuku lebih banyak habis buat kerja sama tidur." "Nanti kita kejar sama-sama, ya?" "Hmmm... Iya." Sesaat ada hening di antara kita. Tak ada kata-kata. "Mbak," panggilmu. "Apa?" "Tiap kali mau mudik gini, rasanya bahagiaaa banget, ya?" "Iya." "Bisa ga

Menang

Gambar
Siko, Ternate, Maluku Utara (Dokumen Pribadi) "Bunda, sudah adzan. Ayo sholat!" ajaknya dengan ceria. Gadis kecil itu menarikku, memaksaku ikut berwudhu dengannya, lalu menyuruhku menjadi imam sholat baginya. Aku hanya menurut. Tak biasanya dia sesemangat ini ketika sholat. Jadi, mana mungkin kusia-siakan. "Dek, hari ini bunda seneng banget, deh," kataku sembari melipat mukena selesai sholat. "Adek juga, Bunda!" serunya riang. Dia bahkan tak bertanya mengapa aku senang. Jadi, justru aku yang bertanya saking penasarannya mengapa dia begitu bersemangat hari ini. "Memangnya, kenapa sih adek bahagia banget hari ini?" "Soalnya adek menang, Bunda!" Aku mengerutkan dahi. "Menang apa? Memangnya adek ikut lomba apa?" "Bukan lomba..." "Terus apa?" "Adek menang lawan setan!" "Setan?" tanyaku terkejut. "Iya.. Kata bu guru di sekolah tadi, setan suka bisikin kita

Cuma Sunnah

Gambar
Mithing Crab, Sukoharjo, Jawa Tengah (dokumen pribadi) "Alhamdulillah... Adzan!" seruku bahagia. Dengan cepat aku meraih gelas berisi es teh lalu hampir menyedot isinya. "Duduk," katamu seraya menatap kursi kosong di sisiku. Aku menurut. Lalu duduk. "Baca basmallah dulu sebelum minum." "Iya. Udah." "Minum tiga tegukan. Lalu baca hamdallah." Aku menganggukkan kepala. "Habis itu baca doa berbuka puasa." "Iya iya.. Sudah tahu aku tuh," kataku. "Lagian cuma minum aja ribet bener sih, Mas." "Kan sunnah." "Yaitu. Kan cuman sunnah. Ga wajib. Ga dilakukan juga ga dosa, kok." "Memangnya kamu ga sayang? Pahala loh itu. Minum sambil duduk, satu pahala." Kamu menunjukkan jari telunjuk. "Baca basmallah, tambah satu lagi." Lalu jari tengah. "Minum tiga teguk, tambah satu pahala lagi." Lalu ibu jari. "Baca hamdallah, tambah satu pahala.&quo

Senyum

Gambar
Tapak, Ternate, Maluku Utara (dokumen Pribadi) "Paaak!" sapamu sambil tersenyum. Aku menoleh ke arah yang kamu lihat. Seorang laki-laki tersenyum lebar dan menganggukkan kepala ke arah kita, ke arahmu lebih tepatnya. Tapi dia lantas berlalu. "Siapa itu, Mas?" tanyaku. Kamu mengangkat bahu. "Lah, mas ga kenal sama bapak yang barusan?" tanyaku bingung. "Enggak." "Lah terus kenapa pede banget senyum sama nyapain?" "Emang kenapa kalo aku nyapain?" tanyamu balik. "Ya aneh aja. Orang ga kenal kok nyapain." "Tapi ga dilarang, kan?" "Nggak sih.. Cuman kan aneh aja.." "Lagi ngejar pahala nih, Dek. Mumpung.." "Ngejar pahala gimana?" "Senyum itu kan sunnah. Lagian, aku kasihan aja tadi lihat bapaknya. Lesu gitu. Habis disapain jadi seger kan?" Iya juga sih. Cuman kan... "Udah, ah. Nyebrang, yuk!" ajakmu padaku begitu penjual itu men