Mudik



"Sampai mana?" tanyamu di telpon.

"Bentar lagi sampe, kok. Sabar, ya?"

"Iya."

"Kamu udah mau sampai emangnya?" tanyaku balik.

"Belum. Masih sekitar dua jam an lagi."
Kamu menghela napas. Aku bisa mendengarnya.

"Kenapa?" tanyaku, menanyakan maksud helaan napasmu. "Kamu nggak seneng kita bisa sama-sama mudik kayak gini? Nanti keluarga kita bakalan ngumpul semuanya pas lebaran."

"Seneng, lah. Aku seneng banget. Cuman.."

Aku menunggu.

"Ramadan udah mau habis. Sedih juga rasanya. Mana hapalanku cuma nambah satu surah. Ngajiku belum sampai juz lima belas. Waktuku lebih banyak habis buat kerja sama tidur."

"Nanti kita kejar sama-sama, ya?"

"Hmmm... Iya."

Sesaat ada hening di antara kita. Tak ada kata-kata.

"Mbak," panggilmu.

"Apa?"

"Tiap kali mau mudik gini, rasanya bahagiaaa banget, ya?"

"Iya."

"Bisa ga ya, nanti pas aku beneran harus pulang, aku juga sebahagia ini?" tanyamu. "Dosaku saja setumpuk... Sedang amalanku..." Kamu tak menyelesaikan perkataanmu.

Kita lantas kembali ditelan keheningan.


Sukoharjo, 8 Juni 2018
photo credit: wh dyoe

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil