Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

Pendidik Kebencian

Gambar
news.liputan6.com Kau guru? Apa yang kau ajarkan pada muridmu? Ilmu? Ya, pastinya. Itu aku tahu. Tapi apakah hanya itu? Sadarkah kau jika setiap katamu akan ditiru? Tahukah kau bahwa setiap sikap dan perilakumu juga ditiru? Kau ingat kan jika sudah diingatkan,    ketika kau kencing berdiri, muridmu akan kencing berlari? Lalu mengapa tak kau jaga kata-katamu? Mengapa tak kau perbaiki sikap dan perilakumu? Mengapa justru kau ajarkan pada anak-anak didikmu untuk menghujat?    untuk hanya bisa menuntut?    untuk membenci para pemimpin? Mengapa tak kau beri contoh pada mereka    untuk selalu mengambil tindakan nyata?    untuk menentukan solusi dari setiap permasalahan yang ada? Atau paling tidak berperilaku yang beradab kepada para pemimpinnya?    mendoakan mereka,    menghormati dan memuliakannya,    mendengar dan taat padanya,    menasehati dan meluruskannya dengan rahasia,    membantunya,    dan beristighfar jika ada keburukan padanya?*)   Ayolah, negara

Jika Memang Kau Benar

Gambar
hrexcellency.com Jika memang kau benar,      mengapa takut mengatakan kebenaran?      mengapa hatimu penuh kekhawatiran?      mengapa setiap nasehat kau anggap sindiran? Bukankah kebenaran mendatangkan ketenangan      batin dan pikiran? Tak perlu serupa orang kebanyakan. Tak perlu meniru apa yang mereka lakukan. Tak perlu mengatakan apa yang mereka katakan. Tak perlu membenarkan yang biasa, tapi biasakanlah kebenaran. Karena Alloh tak tuli, tak buta, tak akan abaikan.

Rugi

Gambar
www.pinterest.com "Pak, ini kuitansinya saya isi kosong saja, ya?" "Mengapa begitu?" "Kan nanti biar bisa disesuaikan sendiri harganya oleh bapak." "Loh, kan jelas saya membayar berapa, ya itu yang dibuat kuitansi kan, Pak?" "Sudah, tak apa-apa. Memangnya bapak tak sayang harus mengembalikan sisa uang sebanyak itu? Sudah, tak apa-apa. Nanti isi saja sesuai dengan uang yang diberikan dari kantor bapak. Sudah biasa itu. Biar bapak tak rugi juga." "Kok rugi?" "Ya rugi lah, Pak. Masak uang sebanyak itu sudah di tangan mau dikembalikan lagi. Kan rugi namanya, Pak." "Ya bukan rugi lah, Pak. Lah wong memang bukan punya saya, bukan hak saya. Rugi itu nanti kalo sudah di akhirat terus timbangan kita jadi berat ke kiri hanya gara-gara uang segini. Nah, itu baru namanya rugi." "Ah.. Bapak bisa saja."

Cukup

Gambar
pixcooler.com "Mbak, nanti bla bla bla bla bla bla, ya?" "Ah, males, Dek. Nanti kita begini, kita ikut peraturan, kita tertibkan mereka, toh sama atasan kita nanti mereka akan dibiarkan saja melenggang tanpa apa-apa. Nanti kita yang capek. Kita usaha mati-matian membuat mereka sadar hukum, tapi pada akhirnya mereka dibuat kebal hukum." "Jangan gitu dong, Mbak. Jangan males. Harus tetep semangat. Apa nggak kasihan kalo nanti anak-anak lulus jadi anak-anak yang nggak sadar hukum? Kan kasian mereka. Masak kita pendidik..." "Ah, udahlah, Dek. Aku capek. Aku lelah. Rasaku yang lelah. Sudah cukup." Kemudian aku bungkam.

Uwiez - Ei - Muti

Gambar
www.tumblrquotes.us "Untuk Uwiez, Ei, dan Muti, para manusia yang telah membuktikan bahwa darah tak selalu lebih kental dari pada air." Namanya Uwiez, Ei, dan Muti. Sebenarnya bukan seperti itu mereka dulu memperkenalkan diri pada saya ketika kami pertama kali bertemu. Tapi, saya pikir tak ada gunanya juga saya membahas bagaimana cara kami berkenalan. Yang jelas, saya pertama kali berkenalan resmi dengan mereka sewaktu duduk di kelas 2 SMA. Walaupun setahun sebelumnya, sebenarnya saya sudah tahu tentang mereka. Saya sudah tahu namanya Uwiez. Siapa coba yang tak akan menanyakan siapa namanya jika setiap hari saya melihatnya berteriak-teriak memanggil-manggil kakak kelas dari balkon depan kelasnya yang ada di lantai dua bangunan yang letaknya tepat di depan bangunan kelas saya. Hanya saja, saya tidak terlalu peduli dengannya, hanya merasa perlu tahu namanya. Saya merasa tidak ada kepentingan juga untuk mengenalnya karena toh kami tak pernah berhubungan. Wakt

Ibuk

Gambar
www.funnydam.com Saya tak pernah menulis tentangnya. Bukan karena saya tak cinta,    hanya saja,   tak ada kata yang bisa dengan tepat menggambarkannya. Dia terlalu indah dari kata indah,    terlalu luar biasa dari kata luar biasa. Dia lebih hebat dari segala kata yang ada di dunia. Jadi mohon maafkan saya,    jika saya tak pernah menuliskan apa pun tentangnya.

Teman?

Gambar
www.pinterest.com "Itu temanmu, kan?" Aku menoleh ke arah yang ditunjuknya lalu dengan cepat kembali membuang muka. "Teman..," cibirku. "Bukannya kau dekat dengannya dulu?" tanyanya. Aku tak menjawab lagi. "Tak kau sapa dia?" "Buat apa?" tanyaku lagi, masih saja tak acuh seperti sebelumnya. "Ya kan kalian pernah dekat. Masak tak kau sapa dia?" "Memangnya harus?" tanyaku. "Sudah ah, jangan lagi kau bahas manusia sok suci itu!" Aku mulai kesal. "Sok suci?" tanyanya. Sial. Bukannya menghentikan topik ini, pernyataanku sebelumnya justru membuatnya semakin tertarik, semakin banyak bertanya. "Memangnya apa yang sudah dia lakukan?" "Dia itu sok suci." Aku membuka ceritaku dengan kalimat itu. "Tak pernah dia mau membantuku sedikit saja. Padahal kan kau tahu sendiri bagaimana dekatnya kami dulu. Kupikir teman itu saling membantu. Tapi..." "Mengap

Dibanjiri Rindu

Gambar
"Bila rindu ini masih milikmu, kuhadirkan sebuah tanya untukmu.   Harus berapa lama aku menunggumu?   Aku menunggumu..." - Peterpan ft. Chrisye "Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdaya   menahan rasa ingin jumpa.   Percayalah padaku, aku pun rindu kamu   ku akan pulang.   Melepas semua kerinduan yang terpendam." - Chrisye ft. Sophia Latjuba "Rintik gerimis mengundang kekasih di malam ini   kita menari dalam rindu yang indah.   Sepi kurasa hatiku saat ini oh sayangku   jika kau di sini aku tenang..." - Melly "Sakitnya hati ini, namun aku rindu...   Bencinya hati ini, tapi aku rindu...." - Ello "Matahari membakar rinduku...   Ku melayang, terbang tinggi." - Agnes Monica "Aku rindu setengah mati kepadamu.  Sungguh kuingin kau tahu aku rindu setengah mati..." - D'Masiv ft. Kevin Aprilio " Ku tak pernah merasa jemu jika kau selalu disampingku     Begitu nya

Mama

Gambar
nhne-pulse.org Dua tahun yang lalu saya diperkenalkan dengan manusia luar biasa, manusia langka. Di awal perkenalan kami, saya memandangnya sebagai manusia heboh yang begitu banyak melahirkan kata. Di pertemuan pertama kami, beliau banyak bercerita, banyak bertanya. Berbeda jauh dengan saya yang lebih sering diam dan menjadi pendengar ketika dihadapkan dengan orang yang baru saja saya kenal. Tentang beliau, saya sebenarnya sudah mendengar cukup banyak. Dan dari yang saya dengar, semuanya hanya tentang kebaikannya. Saya mendengar bahwa beliau ini orang baik. Saya mendengar beliau orang paling tulus. Saya mendengar bahwa beliau ini adalah seorang pemberi. Apa pun yang bisa diberikan kepada orang lain, akan beliau berikan dengan ikhlas. Yang terakhir ini, saya baru benar-benar membuktikannya sendiri bahwa cerita itu benar. Untuk ke sekian kalinya, di pertengahan Oktober kemarin saya mengunjungi beliau. Sama seperti setiap kali saya datang berkunjung, beliau menyambut saya deng

Tak Ada Rasa

Gambar
www.flickr.com Kupikir tak akan ada rasa,       sama seperti sebelum-sebelumnya. Tapi ternyata kau berbeda. Ternyata hatiku tak lagi bisa      melakukan permainan yang sama. Aku tahu, dia jatuh cinta.

Menuai Badai

Gambar
Hari ini, lagi-lagi hidup memberikan pelajaran luar biasa untuk saya. Sesusai adzan subuh tadi, saya yang masih setengah sadar, masih bermuka bantal, meminta seorang sopir taksi mengantarkan saya ke sebuah rumah sakit di daerah Slipi. Salah satu mahasiswa saya yang sedang praktik klinik di Jakarta mendadak muntah-muntah dan lemas sehingga harus dibawa ke rumah sakit. Sampai di sana, saya disambut oleh wajah lelah seorang teman dan dua orang mahasiswa yang sudah terlebih dahulu sampai. Pagi tadi saya langsung bertukar jaga, meminta mereka bertiga pulang, dan menjaga mahasiswa saya sendirian setelah mendapatkan gambaran kasusnya. Selama tiga belas jam kemudian, saya masih setia duduk di salah satu kursi ruang tunggu IGD. Menunggu, tentu saja. Selama tiga belas jam itu, saya dan seorang mahasiswa yang menemani saya, duduk dan bercerita tentang segala hal yang bisa kami ceritakan sembari menunggu mendapatkan kamar rawat inap. Yang menarik saya adalah momen di mana obrolan kami ter

Tak Punya Sopan Santun

Gambar
photo source:  niswatizulfah.wordpress.com "Eh coba lihat!" "Apa?" "Itu, lihat, deh! Orang kok tak ada sopan santun. Masak duduknya kayak gitu. Perempuan pula." "Memang pernah aku duduk seperti itu?" "Tidak." "Terus apa maksudnya kamu tunjukkan padaku?" "Ya supaya kamu tahu lah bahwa duduk seperti itu tidak sopan." "Kalo aku tidak pernah melakukannya, bukannya seharusnya kamu tahu bahwa aku sudah tahu itu tidak sopan." "Ya kan siapa tahu." "Mengapa tidak kamu beritahu saja kepada yang sudah pasti belum tahu?" "Siapa?" "Ya perempuan yang kamu bicarakan tadi itu, yang kamu tunjukkan padaku tadi itu." "Dari mana kamu tahu bahwa dia tidak tahu?" "Ya tidak tahu. Tapi paling tidak dia masih melakukannya. Paling tidak dia jauh lebih membutuhkan informasi darimu bahwa apa yang dia lakukan itu tidak sopan." "Mengapa pu

Aku Masih Merindukanmu

Gambar
emarie-photo.com Aku memunguti kepingan-kepingan waktu,      berharap di sana ada jejakmu. Lalu akan kuletakkan kedua kakiku di sana      agar hatiku sedikit tertipu dan merasa kau masih ada. Aku masih merindukanmu.