Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

Rasa

Gambar
Photo credit: IG @vinamiyulian "Mikirin apa?" Aku meletakkan dua cangkir teh hangat ke atas meja yang ada di hadapanmu lalu menarik kursi dan duduk di sana. "Besok sudah lebaran ya?" Kamu menggumam. "Iya. Maaf ya, gara-gara aku tahun ini kita ga bisa mudik pas lebaran lagi," kataku. "Gapapa. Bukan itu yang kupikirin." Kamu membuang pandangan keluar jendela lagi. "Terus kenapa?" "Aku," jawabmu. "Ramadan kali ini ga ada rasanya buatku." "Rasa apa?" "Aku ga tau apa nama yang tepat. Seharusnya setiap kali Ramadan ada rasa yang berbeda, yang mengena, membekas. Tapi, ini..." Kamu menghela napas. "Semua rasanya biasa saja. Hariku biasa saja. Rutinitas yang biasa. Ga ada rasa. Semuanya cuma sekedar menggugurkan kewajiban saja. Salatku, puasaku, ibadahku yang lain. Sama saja, ga ada rasa." Aku masih mendengarkan. "Aku ga bisa nangis di sepertiga akhir malamku w

Seribu Bulan

Gambar
Gedung Wijaya Kusuma RSUD Dr. Moewardi Surakarta (dok. Pribadi) "Hari ini langit cerah sekali, ya?" "Iya." "Tapi tak panas, hanya hangat biasa saja, ya?" "Iya." "Duh." "Kenapa?" "Jangan-jangan semalam." "Apanya?" "Seribu bulan." "Ah iya." "Dan kitabku kututup bahkan sebelum tengah malam karena tenagaku habis setelah seharian mengurusi persiapan buka bersama dengan kawan-kawan dekatku." "Aku juga tak lebih baik. Semalam aku di masjid, tapi perhatianku lebih banyak tertarik pada ponselku ini." "Ah, terlewatkan lagi." "Iya. Padahal tahun depan belum tentu kita masih ada di sini." Sukoharjo, 14 Juni 2019 #SeribuBulan #30CeritaRamadan2019 #UtangCerita

Doa

Gambar
Photo credit: facebook Artaty Iswahyuti "Katanya, waktu sahur itu waktu yang baek buat berdoa ya?" tanyanya sambil melihat keluar jendela mobil. "Iya," jawabku. "Hmmm.. Sewaktu hujan kayak gini juga?" "Iya. Kenapa memangnya?" Aku tiba-tiba merasa penasaran dengan pertanyaan-pertanyaannya. "Dari dulu aku udah berdoa, tapi kok ga dikabulin ya sampe sekarang, Ta? Apa bener karena dosaku udah kebanyakan terus Alloh ga mau ngabulin doaku, ya?" katanya. "Hush, ga boleh bilang kayak gitu!" "Kenapa?" "Ga baek suudzon sama Alloh. Berdoa juga ga boleh tergesa-gesa." "Tergesa-gesa gimana?" "Ya gitu tadi, nanya terus kok ga dikabulin, kok lama.." "Ya habis... Udah lama banget. Aku udah capek dibilang sama orang 'makanya minta sama Alloh', kayak aku ga pernah minta. Atau 'Dosamu kebanyakan itu, makanya ga segera dikasih'." "Yang sabar ya, Nay

Iitsar

Gambar
Photo Credit: IG @harnantsya_ "Papah ini sama orang tua kok ga ada sopan-sopannya, sih?" Aku menoleh ke arah sepasang suami istri yang baru saja kembali duduk di meja sebelahku. Dahi si Suami berkerut karena pertanyaan si istri. "Kapan?" tanya suami. "Tadi pas mau masuk tempat wudu. Masak ada orang tua kok ga didahuluin. Bapak-bapak yang di belakang papah tadi kan lebih tua. Harusnya papah ngalah sedikit, lah. Dahuluin gitu." "Yang penting kan aku ga ngerebut barisan orang. Tadi aku wudu sesuai urutan, ga nyalahin aturan, ga merugikan bapaknya juga." "Ya tetep aja ga sopan. Pas mau salat juga. Tadi kulihat ada sisa satu tempat di shaf depan, papah langsung aja tempatin, ga ngasih kesempatan yang lain." "Ya kan shaf paling depan itu yang paling utama, didoain sama malaikat." "Iya, tahu. Cuma kan masak ga ada gitu sopan santun buat dahuluin yang tua. Mendahulukan orang lain itu baik loh, Pah. Alloh suka

Baju Baru

Gambar
Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar (dok. Pribadi) "Ke toko yang di sana yuk, Dek. Bajunya bagus-bagus, loh," ajakku sambil menunjuk toko pakaian anak yang ada di ujung. Kemarin aku tak sempat membeli baju baru untuk lebaran tahun ini. Untungnya, di bandara ada toko baju bermerk yang biasa kubeli. Jadi kupikir sambil menunggu jam keberangkatan, aku bisa mengajaknya berbelanja di sini. Anak kecil itu menggeleng lalu tiba-tiba menghentikan langkah, membuatku sedikit limbung karena sebelah tanganku ada di genggaman tangan kirinya. Mau tak mau aku ikut berhenti. "Ada apa?" tanyaku. Dia menatapku. "Ayo ke ruang tunggu saja, bu." "Adek capek?" Kali ini aku berjongkok di hadapannya menyejajarkan mataku dengan matanya. Dia menggeleng. "Ayo menunggu pesawat di sana saja." "Kan kita belum jadi beli baju lebaran buat adik," kataku beralasan. "Adik ga pengen baju baru. Tahun lalu kan sudah ada.&quo

Masa

Gambar
Stasiun Balapan (dok. pribadi) "Mau mudik, Dek?" tanya laki-laki setengah baya yang baru saja duduk di sebelahku. Aku mengangguk. "Iya, Pak." "Seneng ya masih bisa mudik, masih ada yang dituju." "Iya, Pak," jawabku ragu, tak yakin aku sudah memberikan respon yang tepat. "Tapi kita ini sukaaa sekali menyepelekan apa yang kita miliki. Orang tua menelpon karena rindu, kita abaikan. Kadang malah mengaggap perhatian mereka sebagai gangguan. Lupa kalau semua hal ada masanya." Dia tersenyum pahit. "Orang tua kita tak akan selamanya muda, bahkan akan ada waktunya mereka tak lagi ada. Padahal mereka itu ladang pahala kita di dunia. Salah satu kunci pintu surga kita." Senyumannya masih sama pahitnya. "Ketika ada disepelekan, tapi nanti kalau sudah pergi, yang ada hanya kerinduan. Yang tersisa adalah rasa kehilangan yang tak berkesudahan. Lalu akhirnya tinggal sesal, ingin lebih banyak waktu lagi dengan mereka.