Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2015

Kata Orang, Saya itu....

Kemarin pagi, seorang teman mengomentari status di BBM saya dengan, “Wanita dengan ego tinggi kayak kamu, susah sih menjalankannya. Tapi aku yakin kamu bisa”. Gara-gara komentar itu, saya jadi ingin menuliskan beberapa pendapat orang tentang saya. Beberapa pendapat yang akan saya tuliskan di bawah ini sifatnya adalah ‘seingat saya’, maksudnya adalah bahwa saya mungkin tidak bisa mengutip secara detail, tetapi hanya garis besarnya saja sesuai ingatan saya. Oke, mari kita mulai. Kata orang, saya itu: 1.     Pedes Saya pernah membahas ini di postingan lama saya dengan judul yang sama, “ pedes! ”. Sebenarnya, saya ini bukannya pedes. Saya ini kadang-kadang hanya terlalu jujur. Seringnya, saringan kata saya tidak bekerja dengan maksimal sehingga apa yang keluar dari mulut saya itu adalah apa yang ada di kepala saya.   2.     Galak Kata sepupu saya yang juga adalah sahabat terdekat dan kadang menjadi musuh terbesar saya, saya ini manusia paling galak. Kata temen-temen

Tentang Rindu

Gambar
Sewaktu sedang pusing dengan silabus mata kuliah biokimia yang harus saya selesaikan hari itu, tiba-tiba telinga saya menangkap suara lirih dari meja sebelah saya. “Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdaya menahan rasa ingin jumpa... Percayalah padaku, ku rindu kamu.. Ku akan pulang melepas semua kerinduan yang terpendam..” Kak Anti, teman sekantor saya yang setahu saya jaraaaang sekali bernyanyi, siang itu tiba-tiba menyanyikan lagu itu pelan. Pekerjaan saya langsung terhenti di situ. Tanpa bisa dicegah, saya menoleh pada perempuan yang usianya hanya terpaut setahun di atas saya itu. Dan masih tanpa bisa dicegah, saya tiba-tiba tersenyum sendiri. Mendengar Kak Anti menyayikan lagu itu, saya seperti mendapat jawaban. Hari itu saya memang sedang rindu-rindunya pada seseorang. Rindu. Sebuah kata sifat yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna sangat ingin dan berharap benar terhadap sesuatu. Ada pula merindu yang berarti menanggung rindu. Tapi bagi

Nomor Satu

Gambar
ugallery.com "Berangkat nanti aja, Pak!" Ibu muda itu memberikan tekanan pada akhir kalimatnya, memberikan semacam perintah pada laki-laki yang duduk di hadapannya. "Nanti kemaleman, Bu. Berangkat sekarang aja." Si Bapak menjawab dengan kalem. Nadanya jauh lebih tenang daripada istrinya. "Bapak ini, kan sebentar lagi udah masuk jam ashar. Nanti aja dulu berangkatnya!" "Bu, ashar masih satu jam lagi. Lumayan lah di jalan satu jam." Air muka perempuan itu langsung berubah. Dia nampak sekali tidak suka dengan apa yang baru saja dikatakan suaminya. Dia nampak sekali tidak suka dibantah. "Utamakan sholat, Pak! Sholat itu nomor satu!" katanya keras. Bagiku, dia seperti sengaja mengeraskan suaranya agar tak hanya mereka berdua yang mendengar. Nada suaranya naik. "Sholat itu nomor dua." Laki-laki itu masih saja menjawab dengan kalem. Dia sama sekali tidak terpancing emosi. "Bapak! Bapak jangan sembarangan!

Iri

Gambar
Tuhan, boleh tidak aku iri? Aku benar-benar iri, Tuhan. Pada bapak, aku iri akan kepiawaiannya membangun relasi. Aku iri pada banyaknya saudara yang bapak temukan yang bahkan setelah beliau pergi masih saja mau bertahan. Pada ibuk, aku iri akan keikhlasan luar biasanya untuk membantu orang lain. Aku iri ibuk selalu saja bersedia hadir untuk orang-orang terdekatnya kapan pun dibutuhkan. Aku iri ibuk selalu rela memberikan jam tidurnya untuk membantu orang lain. Pada kedua kakakku, aku iri akan kreativitas mereka yang seolah tak pernah mati. Aku iri dengan jutaan ide di kepala mereka. Aku juga iri pada keberanian mereka mengambil langkah yang seringnya berbeda dengan orang kebanyakan. Pada kakak iparku, aku iri akan kemampuannya berkomunikasi. Aku iri dengan bagaimana dia bisa selalu bisa menemukan bahan pembicaraan, selalu tahu bagaimana cara berbicara dengan siapa pun yang ditemuinya. Aku iri dengan keibuannya, dengan kebesaran hatinya menghadapi setiap masalahnya.