Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Dzalim

Gambar
"Dzalim!" Aku menghentikan kegiatanku sewaktu, entah sudah ke berapa kalinya, aku mendengar perempuan berkaca mata yang duduk di dekat kasir itu menggumamkan kata yang sama. Dzalim. Dengan nada penuh kebencian yang sama. "Siapa yang dzalim, mbak?" Seorang perempuan lain yang duduk paling dekat dengannya bertanya. Mungkin, sama denganku, dia sudah mulai risih mendengar nada kebencian dari perempuan berkacamata itu. "Pemimpin kita." "Dzalim bagaimana?" "Bagaimana tidak dzalim? Di era kepemimpinan dia, harga-harga meningkat. Semua bahan kebutuhan rakyat harganya jadi selangit. Bahkan cabe. Ya ampun. Cabe loh, harganya.. Tak masuk akal." Perempuan satunya mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah tahu bahwa perempuan berkacamata di hadapannya masih belum selesai. Dan dia benar. "Rakyat kecil digusur, disuruh pindah ke rusun tapi disuruh bayar. Udah gitu rusunnya kan jauh dari tempatnya bekerja. Artinya mereka harus meng

Uang Lembur

Gambar
@diaah.ariyani "Ngisi apa?" tanya seorang laki-laki yang baru saja selesai memesan secangkir kopi padaku. Dia menarik kursi di meja yang paling dekat dengan kasir. Di sana sudah ada kawannya. "Ini, disuruh ngisi lembar ini nih.. Surat perintah kerja lembur." "Perintah kerja lembur?" Laki-laki itu mengerutkan dahi. "Iya. Rekapan sebulan kemarin. Kan sering tuh pulang telat, nah bulan ini mau diklaimin duit lemburnya. Jadi aku disuruh ngisi keterangan hasil kerja lemburku apa." "Oh gitu." Kali ini laki-laki itu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Cumaaan..." Kawannya mengangkat wajah dari lembaran yang sedari tadi dipandanginya. "Cuman?" "Di tanggal ini nih.. Ini kan aku nggak lebur sebenernya. Aku tuh ijin keluar sebelum jam pulang terus aku balik lagi ke kantor buat finger print-nya emang udah agak malem gitu. Di rekapan kehadiran tetep keitung kelebihan jam, jadi ini ada di daftar lembur. Enakn

Entah

Gambar
www.bandt.com Entah ingin menulis apa. Entah ke mana perginya kata-kata. Atau mungkin.. Mungkin.. Bisa jadi.. Aku ini hanya lupa. Aku lupa bagaimana caranya. Ah entahlah. Entah ingin menulis apa.

Seperti Matahari

Gambar
photo source: randomphotography101.wordpress.com Aku meletakkan cangkir yang berisi teh hangat ke atas meja teras. Teh tanpa gula. Kesukaanmu. Kamu yang tadinya sedang berlatih pernapasan langsung berbalik dan mengembangkan sebuah senyuman. "Kok udah?" tanyaku sambil menjatuhkan diri ke salah satu kursi kayu yang ada di teras. "Udah." Kamu mendatangiku, sesaat mengecup keningku sebelum kemudian duduk dan menikmati teh. "Hari ini akan cerah," gumamku seraya memandangi langit pagi yang membentang di depan kita, yang menjadi latar dari sawah dan pepohonan. "Tak harus menjadi cerah." Aku mengerutkan dahi. "Cerah atau tidak, seharusnya tak perlu menjadi masalah. Iya, kan?" katamu. Aku tersenyum, mengiyakan. Kamu memang selalu seperti itu. Entah bagaimana caranya dulu Tuhan membuatmu, membuat hatimu, membuat otakmu. Manusia aneh. Manusia kok tak pernah mengeluh. "Apa?" tanyamu, mempertanyakan kedua mataku yang

Tak ada Judul

Gambar
"Silau!" keluhku. "Hangat," katamu. Aku menoleh padamu, meninggalkan dia yang seringkali kau sebut dalam tulisanmu. "Hangat tapi menyilaukan jika dipandang," kataku. "Walaupun menyilaukan, tapi menghangatkan." Kau tersenyum. "Jika terlalu mencintai memang akan seperti itu. Kau tak akan bisa melihat kekurangannya," cibirku. "Jika terlalu sering membenci memang akan seperti itu," balasmu. "Kau tak akan bisa melihat kebaikannya." "Nah.. Nah.. Kau mulai lagi. Setelah ini pasti kau akan menasehatiku lagi." Kau tersenyum. "Jika terlalu sering menyesakkan hal-hal buruk ke dalam hati, akan seperti ini," katamu. "Yang akan kau pikirkan hanya hal-hal negatif. Hanya suudzon. Akan susah berkhusnudzon." Lalu kau tersenyum lagi. #TakAdaJudul Foto: koleksi pribadi Wh DYoe . Maaf saya nyolong lagi 😃

Drama

Gambar
http://www.rfdesigns.org/nava.htm Drama. Semua orang sekarang bermain drama.. "Saya baru saja dianiaya!" teriaknya. Padahal tak ada yang menganiaya. Gambar-gambar yang dijadikannya bukti bahkan sudah ada sejak lama, entah kapan. "Saya difitnah!" keluhnya dengan wajah memelas penuh pura-pura sebelum kemudian menuliskan keluhan dalam cuitan lainnya di lini masa. "Memang saya yang selalu salah," kata yang lain, mereka yang menikmati peran sebagai korban. "Memang rakyat kecil ini selalu salah," keluh pemain korban yang lainnya. "Rakyat kecil itu harus dibela! Pemimpin itu harus berpihak pada rakyat kecil dan itu harga mati seorang pemimpin!" Lantang yang lain berteriak, yang sedang berada dalam usahanya untuk menjadi pemimpin. Harus dibela, katanya. Segala cara, tak peduli rakyat kecil itu benar atau salah. Pokoknya asal rakyat kecil harus dibela. "Dosa! Kafir! Komunis! Hancurkan!" teriak yang lainnya lagi. Tang

Foto

Gambar
"Kalo nanti kamu mati, kamu mau nggak fotomu disebarluaskan lewat fb?" "Untuk apa?" "Yaaaa... biar semua orang tahu kalo kamu mati. Biar mereka doain." "Memangnya harus pake foto? Tak bisa lewat pesan tulisan saja? Kan aku tak tahu bagaimana rupaku ketika mati nanti. Ya kalo bagus. Kalo engga?" "Itulah..." "Itulah apa? Kamu mau fotomu dibegitukan?" "Engga. Itulah... sama denganmu. Aku juga tak tahu bagaimana bentukku ketika mati nanti. Ya semoga sih kita ini mati dalam kondisi yang baik, dalam iman yang baik. Cuma ya tetap saja tak mau aku jika fotoku harus disebarluaskan." "Tapi kenapa memangnya kamu tiba-tiba menanyakan apa yang kamu tanyakan?" "Aku... Ini... aku habis melihat ini. Beberapa kali. Foto orang-orang yang meninggal yang disebarluaskan di fb ini... Kadang aku hanya berpikir kasihan saja. Sedangkan pada orang hidup saja kita harus minta ijin dulu untuk bisa memposting f

Merah

Gambar
Tapak, Ternate (Koleksi Pribadi) "Sudah ada jejak senja. Sudah saatnya pulang." "Kau tak pernah menyukai senja, ya?" Perempuan itu tak menjawab. "Tak juga fajar. Iya?" "Harus?" "Tidak. Hanya menarik saja, bagiku. Biasanya perempuan menyukai hal-hal sentimentil seperti ini." "Dan kau ingin tahu mengapa." Laki-laki itu tersenyum, menaikkan kedua alisnya. "Karena mereka berwarna merah. Warnanya akan menempel pada awan-awan yang putih. Mengingatkanku pada kedua mataku sendiri setiap kali selesai dibanjiri tangis." Laki-laki itu menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Maaf," katanya. "Kau tahu ini tak pernah menjadi mauku." Perempuan itu memaksakan senyuman, menelan ribuan kata yang sudah siap dia tumpahkan sebelumnya.

My Choice

Gambar
pinterest "Jadi kamu merasa bangga udah jadi yang paling banyak alpanya di kantor?" Senyuman yang tadinya ada di wajah perempuan itu mendadak hilang. Padahal tadi dia bercerita dengan senyuman menghias wajahnya. Aku seperti biasanya hanya memerhatikannya dari belakang meja kasir. "Ya engga, lah." "Masak?" Perempuan itu memutar bola matanya. "Padahal kosanmu kan deket dari kantor. Bisanya telat?" "Sengaja." "Sengaja?" "Iya. Habis kan di tempat kerjaku itu pulangnya pastiiii molor. Kadang nggak ada kerjaan juga, kalo si bos pulang telat, ya aku nggak bisa pulang." "Kok gitu?" "Ya emang gitu," jawab perempuan itu. "Makanya, aku tuh sengaja. Kan kewajiban jam kerjaku setiap harinya cuman sekitar tujuh setengah jaman. Sedangkan setiap hari aku pulangnya telat terus. Nggak dapet lembur lagi." "Ya kenapa kamu nggak pulang aja kalo emang udah jam pulang dan kerja

Dunia Apa?

Gambar
pinterest Ketika yang menolak gratifikasi             diberi tahu agar tak perlu lagi sok suci. Ketika yang mengajak ke jalan yang lurus             diajak untuk tidak sok idealis. Ketika yang sholat tepat waktu             ditertawakan dan dianggap sok dekat dengan Tuhan. Ketika yang dianggap anak baik             hanyalah anak yang menurut,             tak pernah membantah,             dan tak pernah mempertanyakan setiap perintah. Ketika kesuksesan             hanya didefinisikan sebagai materi dan jabatan. Dunia ini, dunia apa? Ternate, 09 Februari 2015

Tak Cukup

Gambar
Pinterest Laki-laki itu melangkah masuk tepat setelah pelanggan yang baru saja selesai bertransaksi denganku melangkah keluar melewati pintu. "Biasa," katanya begitu sampai di hadapanku. Aku tersenyum dan mengangguk. Lalu mulai meramu kopi hitam seperti yang biasa dia pesan jika datang kemari. "Jaga dobel lagi?" Aku meletakkan pesannya di meja yang ada di hadapannya. Laki-laki itu mengangkat kedua alisnya dan memaksakan senyuman. "Life is not fair." "Hmm?" tanyaku. Tak begitu yakin dengan apa yang baru saja kudengar. "Ya. Hidup. Hidup ini memang tak adil. Tuhan memang tak adil." Kata-kata itu berhasil mencegah langkahku. "Ada orang yang nggak perlu kerja keras tapi segala keperluannya terpenuhi. Enak sekali. Warisan orang tuanya banyak. Mau apa-apa tinggal tunjuk.. Tapi ada juga yanh kayak aku ini. Harus kerja keras. Harus siap diperes habis tenaganya dulu baru bisa nyukupin kebutuhan hidup. Sampe mati nant

Kaos Kaki

Gambar
dakwatuna Aku melirik ke pintu sewaktu bel yang dipasang di sana berbunyi. Pertanda ada pelanggan yang datang. Tiga orang perempuan. "Ya ampuun.. Panasnya minta ampun," keluh salah satunya. Jilbab biru muda menutupi tubuhnya. "Punggung kakiku gosong ini sangking panasnya," keluhnya lagi. Perempuan berjilbab hitam, salah satu dari mereka, hanya tersenyum menanggapi temannya. "Kakimu sih enak.. Aman, nggak kebakar matahari. Pake kaos kaki sih," kata perempuan berjilbab biru muda, merespon senyuman temannya. "Kayaknya udah prepare banget ya? Tahu ya kamu kalo bakalan panas banget?" "Nggak." "Tapi kok..." "Aurat itu, Mbak. Makanya.. Tutupin itu auratmu. Tuhanmu kan udah suruh, udah berusaha melindungi kamu. Kamunya malah ngeluh ribet." Perempuan berambut sebahu yang sedari tadi diam akhirnya bersuara. Tepat sasaran. Bahkan padaku yang kemudian melirik punggung kakiku yang masih juga telanjang.

Tahun Ke Tiga

Gambar
http://johnrichardsjr.com Lelaki itu membuka matanya. Dia tersenyum sewaktu kedua matanya menemukan sehelai rambut hitam panjang di bantal kosong sebelahnya. Senyuman mengembang lagi di wajahnya sewaktu dia meletakkan tangannya di atas bantal itu, menindih sehelai rambut itu. "Aku tahu kau pasti datang," gumamnya. Tarikan napasnya kemudian dalam. "Selamat ulang tahun, Sayang," bisiknya. "Ini tahun ketiga sejak kalian pergi. Dia menjagamu dan anak kita dengan baik di sana, kan?" katanya lagi.

Ada Baiknya, Na

Gambar
photo source: pinterest Ada baiknya, Na, sebelum kau menuntut orang lain untuk selalu ada untukmu, berkaca terlebih dahulu. Sudahkah kau selalu ada untuk mereka ketika mereka membutuhkanmu? Ada baiknya, Na, sebelum kau menuntut orang lain untuk disiplin dan tepat waktu, berkacalah terlebih dahulu. Sudahkah kau disiplin dan tepat waktu? Sudahkah kau selalu hadir di waktu yang sesuai dengan apa yang ada di janjimu? Ada baiknya, Na, sebelum kau menuntut orang lain untuk menghormatimu, berkacalah terlebih dahulu. Sudahkah kau hormati mereka, yang lebih tua maupun yang lebih muda darimu? Yang lebih kaya maupun yang lebih miskin darimu? Yang lebih pandai maupun kurang darimu? Karena, Na, hidup ini adalah sebuah kausalitas. Apa yang kau tuai adalah hasil dari apa yang kau tanam. Seberapa besar energi yang kembali padamu adalah sama dengan seberapa energi yang kau berikan. Ternate, 02 Februari 2016

Tunjangan Kinerja Episode Dua

Gambar
www.imgrum.net "Kau sudah dengar kabar? Katanya tunjangan kinerja kita tahun ini sudah seratus persen, loh." Laki-laki berkaca mata itu mengangguk. "Iya. Aku dengar." "Kenapa wajahmu tak bahagia sekali?" tanya temannya yang malam ini melindungi tubuhnya dengan jaket kain berwarna krem. Laki-laki berkacamata itu tersenyum. "Cuman katanya mulai besok kita masuk enam hari kerja." "Oh ya? Enak lah. Bisa pulang lebih cepet." "Pulang cepet gimana? Kayak kerjaan dikit aja. Kerjaan itu banyak. Mana bisa nanti pulang tepat waktu. Pasti pulangnya tetep bakalan magrib-magrib terus. Apalagi kan jadwal kuliahnya mahasiswa sampai sore. Eh, tapi kalo kerjanya melebihi jam kan dapet lembur ya?" Senyuman muncul lagi di wajah laki-laki berjaket krem. Dia kemudian menyeruput kopi hitamnya. "Kalo kamu ngajar masak mau minta uang lembur lagi?" "Ya kan ngajarnya di luar jam kerja. Lagian kan sekarang udah nggak

Bekingan

Gambar
pinterest "Kamu tahu dia kan? Itu tuh... Yang itu..." "Ada apa dengannya?" "Manusia itu... memang kurang ajar sekali. Berani sekali dia melawan perintah atasan. Masak cuma disuruh mengubah sedikit saja laporan keuangannya, dia tak mau." "Oh ya?" "Iya. Sampai ramai tadi di kantorku. Ngotot sekali dia. Tak ada takut-takutnya. Padahal bosku itu galaknya kayak setan. Kalo perintahnya tak dituruti, hmmmm.... liat aja. Nggak bakal dapet jatah duit apa-apa.. Nggak bakal dikasih job dia nanti." "Hmmm..." "Beneran deh. Heran aku sama dia. Berani-beraninyaa... Pasti dia punya beking tuh." "Beking?" "Iya. Pasti dia punya channel sama yang di atas sana." "Dia? Memang ada." "Oh ya? Pantas berani sekali dia menolak perintah atasan langsungnya. Punya beking ternyata." "Iya." "Hebatkah bekingnya?" "Hebat sekali." "Lebih ti