Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Receh

Gambar
Dokumen Pribadi "Zaman sekarang kok ya masih ada gitu ya orang yang sedekah ke masjid pake duit ginian," keluhku. Dengan malas aku menghitungi uang koin seratus dan dua ratus rupiah yang kutemukan di dalam kotak infaq masjid. "Ya ginilah manusia. Kalo buat dunia aja, mereka rela habis duit jutaan. Mobil lah, hape lah, baju lah. Padahal semua itu ga bisa dibawa mati. Ada hisabnya lagi nanti di akhirat. Tapi kalo buat Alloh kok susaaaah banget ngeluarin duit. Padahal nanti kalo mati, duit yang disedekahin sama diinfaq-in ini kan bakalan bantuin mereka di akhirat." Aku masih menghitungi uang dari dalam kotak kayu yang bagian luarnya dicat berwarna hijau itu. "Mbok ya kalo nyumbang ke masjid itu tuh yang banyak. Ya paling tidak sesuai sama takaran. Sebagian harta kita ini kan sebenarnya milik fakir miskin dan anak yatim yang dititipkan ke kita. Titipan. Harusnya dikasihkan ke yang berhak. Ini malah dihabisin sendiri. Ngasih ke yang berhak malah pake

Bisikan

Gambar
photo credit: IG @meykamadina Siapa sih yang jadi imam tadi? Bacaannya kayak gitu. Panjang pendeknya tak sesuai. Cara mengucapkannya saja banyak yang salah. Kayak gitu kok jadi imam, batinnya sambil melangkah meninggalkan masjid. "Iya, lebih bagus bacaanmu kan, ya?" Tentu saja. Coba dengarkan bagaimana tadi dia membaca 'gho', harusnya kan tak begitu, harusnya dari pangkal leher. Lalu, ayat yang diakhiri oleh 'qho' mati itu kan harusnya dibaca memantul, tak seperti itu bacanya. "Wah.. kamu memang hebat. Seharusnya memang kamu yang jadi imam tadi." Iya, harusnya aku bisa jadi imam. Tak harus dia atau yang dituakan. Dituakan tapi bacaannya seperti itu. Lelaki itu terus melangkah semakin jauh dari masjid. Suara-suara itu terus mengikutinya, memujinya. Yang dia tak tahu, suara itu sebenarnya mengolok-oloknya. Ada senyuman bengis yang tak bisa dialihat. Karena dia hanya mendengar suara yang dibisikkan secara halus ke dalam hatinya sendiri.

Rezeki

Gambar
dokumen pribadi "Kok lama ga keliatan, Mbak?" tanyanya ramah sewaktu aku memesan kue putu yang dia jual. "Iya, Mas. Baru pindah kerja ke sini lagi. Sempet merantau beberapa tahun kemarin." "Ooh, pantes." "Ta kirain udah ga jualan putu lagi, Mas. Kemaren-kemaren pas aku mudik, ga pernah liat masnya lewat depan rumah soalnya." "Masih, Mbak. Hla mau ngapain lagi wong bisanya jualan putu. Lagipula saya jualan udah lama, Mbak. Pelanggan sudah banyak. Nanti kalo saya ga jualan lagi, pada kangen. Kasihan." Aku tertawa. "Ah sok kegeeran banget masnya ini." "Ini aja sudah cukup kok buat nafkahin anak istri tiap hari. Yang penting punya rumah buat tidur, punya makanan buat dimakan tiap hari, bisa nyekolahin anak, bisa nyisain duit buat sedekah dikit-dikit. Udah cukup, Mbak." "Emangnya tiap hari pasti habis dagangannya, Mas?" "Ya ga tiap hari habis. Tapi alhamdulillah selalu ada yang beli.&q

Mudik

Gambar
photo credit: IG @agoeng_hryo17 "Alhamdulillah.. Lancar banget perjalanan kita. Kalo kayak gini terus sampai rumah, bisa kayaknya kita sampai sebelum magrib." "In shaa allah." "Sempet buat nyusul ke acara reunian SMP." "Ada reunian hari ini?" "Iya. Cuman emang adek udah bilang ke mereka ga bisa janji buat dateng. Soalnya kan bakalan tergantung kondisi lalu lintas juga: macet apa ga. Tapi kalo lancar kayak gini, kayaknya bisa dateng ya kita, Mas?" "Terus, besok kamu ada reuni SMA juga?" "Iya, Mas. Lusa juga ketemuan sama temen kuliah. Sama habis lebaran ada halal bi halal sama temen SD." "Kamu harus dateng ke semuanya, Dek?" "Pengennya sih. Kenapa emangnya, Mas? Ga boleh ya adek dateng reunian?" "Kita cuma bisa mudik enam hari, dua hari full bakalan kita pakai buat dateng ke rumah keluarga besarmu. Terus yang empat hari kamu pakai buat ketemuan sama temen-temen lamamu?

Kecil

Gambar
Pantai Ketawang Purworejo Jawa Tengah (Dokumen Pribadi) "Kalau kulihat dari wajahmu, sepertinya misimu lumayan berhasil. Iya?" "Hahahaha.. kau tahu saja." "Apa kubilang? Ngapain kamu bisikin manusia buat membunuh, berzinah, merampok.. Berat. Susah. Karena mereka tahu itu dosa besar, akan sekuat tenaga mereka berusaha menahan dirinya." "Iya. Benar. Tahu begitu, dari dulu saja aku pakai cara ini. Lebih mudah." "Tentu saja.. Tak perlu besar. Cukup dosa-dosa kecil saja.. Mereka biasanya tak ambil pusing. 'Ah, hanya dosa kecil ini,' pikir mereka. Biasanya sih begitu. Kecil, tersepelekan. Padahal dari yang kecil ini jika mereka tumpuk terus, banyak juga akhirnya. Tetap saja namanya dosa. Neraka juga nanti kan akhirnya." "Iya. Betul." "Ah, sudah. Duduk sini. Kita nikmati saja keberhasilan kita dulu." "Aaahsiyaaap." Sukoharjo, 3 Juni 2019 #Kecil #30CeritaRamadan2019

Kata

Gambar
Pantai Ketawang Purworejo Jawa Tengah (dokumen pribadi) "Itu apa?" tanyaku sambil mengamati benda kecil yang kamu pegang dengan ujung jari. "Bunga cemara laut," jawabmu sambil mengambil gambar benda itu. Aku mengangguk-anggukkan kepala. "Itu gampang nyangkut di pakaian," komentarku. "Iya. Kalo kena kulit, sakit lagi. Nyucuk." Kamu ikut mengangguk-anggukkan kepala. "Kata-kata," katamu kemudian. "Hah?" "Orang kalo pakeannya ketempelan bunga ini terus merasa ga nyaman, ada yang langsung ngelepasin bunga ini dari pakaiannya, ngebuangnya, terus ngelupain semuanya. Walaupun dia pernah ngerasa sakit kena tusukannya. Ada juga manusia yang ngelepasin, tapi nginget-inget terus kalo tusukannya sakit. Terus jadi ga suka sama bunga ini," katamu, menjelaskan. . Aku menyimak. "Sama kayak kata-kata. Kita sering kan ga sadar kalo kata-kata kita udah nyakitin perasaan orang lain? Ada orang yang ga peduli, ada

Sumbangan

Gambar
Dokumen Pribadi "Pokoknya mau ta ajakin ke mall, ta ajak belanja baju, sepatu, tas, apa aja yang mereka mau buat lebaran, mereka pilih sendiri, nanti aku sama temen-temen yang bayarin." "Siapa yang mau kamu ajakin ke mall?" tanya Bapak yang baru saja pulang dari masjid. "Anak-anak dari kampung sebelah, Pak. Kasihan, orang tua mereka kan kurang mampu. Jadi aku sama temen-temen kantor udah ngumpulin dana buat bantu mereka. Banyak kok dananya. Cukup buat bikin mereka puas belanja di mall." "Kenapa harus di mall?" Bapak duduk di kursi meja makan sebelah ibu yang semenjak tadi hanya diam mendengarmu bercerita. "Ya kan orang tua mereka ga mampu, Pak. Ga mampu buat biayain mereka ke mall. Ada loh yang udah mau lulus SD sama sekali belum pernah ke mall. Sekali-kali lah, Pak. Nyeneng-nyenengin anak orang kan ga ada salahnya. Sedekah." "Coba dipikirkan lagi saja dulu, Dek," kata Bapak. "Memangnya kenapa sih, Pak?

Tak Enak

Gambar
Dokumen Pribadi "Mas," bisikku. Kamu menoleh dan bertanya tanpa kata. "Nasinya keras ya? Ternyata rasanya ga seenak yang kubayangin," kataku pelan sambil berusaha menghabiskan makan malamku. Kamu hanya tersenyum, tak menanggapiku, lalu kembali mengobrol dengan teman-teman kantormu yang mengadakan buka puasa bersama ini. Nafsu makanku agak berkurang. Padahal sejak melihat iklan tempat ini di media sosial, aku sudah ingin sekali kemari. Tapi ternyata rasanya hanya seperti ini. "Ini daging ayamnya..." Aku tak menyelesaikan kata-kataku karena sebelah tanganmu tiba-tiba sudah ada di atas pergelangan tanganku. Aku tahu kamu sedang menyuruhku untuk tak meneruskan kata-kataku. Kesal, tapi aku menurut, tak lagi berkomentar dan masih saja menurut sampai akhirnya kamu mengajakku berpamitan. "Lain kali, jangan suka ngomong gitu lagi ya, Dek?" katamu begitu kita masuk ke dalam mobil. "Ngomong apa?" "Ngeluhin makanan. Kal