Rezeki

dokumen pribadi


"Kok lama ga keliatan, Mbak?" tanyanya ramah sewaktu aku memesan kue putu yang dia jual.

"Iya, Mas. Baru pindah kerja ke sini lagi. Sempet merantau beberapa tahun kemarin."

"Ooh, pantes."

"Ta kirain udah ga jualan putu lagi, Mas. Kemaren-kemaren pas aku mudik, ga pernah liat masnya lewat depan rumah soalnya."

"Masih, Mbak. Hla mau ngapain lagi wong bisanya jualan putu. Lagipula saya jualan udah lama, Mbak. Pelanggan sudah banyak. Nanti kalo saya ga jualan lagi, pada kangen. Kasihan."

Aku tertawa. "Ah sok kegeeran banget masnya ini."

"Ini aja sudah cukup kok buat nafkahin anak istri tiap hari. Yang penting punya rumah buat tidur, punya makanan buat dimakan tiap hari, bisa nyekolahin anak, bisa nyisain duit buat sedekah dikit-dikit. Udah cukup, Mbak."

"Emangnya tiap hari pasti habis dagangannya, Mas?"

"Ya ga tiap hari habis. Tapi alhamdulillah selalu ada yang beli."

"Masnya ga khawatir gitu. Kalo ga laku, terus nafkah buat keluarga gimana?"

"Kenapa khawatir, Mbak? Hla wong Gusti Alloh sudah njamin rezeki kita, kok."

"Ga pengen ganti kerjaan yang lebih terjamin pendapatannya, Mas?"

"Ga, Mbak. Manusia hidup itu kan harusnya kayak burung itu, ga usah khawatirin masalah rezeki. Semuanya sudah dijamin. Ya kalo sampe ga bisa makan hari itu, ya udah, dijalanin aja. Yang penting kita ga berhenti berusaha."

"Iya sih, Mas. Rezeki udah dijamin. Cuma ya kadang-kadang masih khawatir aja. Belum lagi kalo tiba-tiba sakit."

Penjual kue putu itu berbalik dengan piring berisi pesananku. Ada senyuman ramah di wajahnya, sama ramahnya dengan senyuman dia bertahun-tahun lalu, seolah hidup tidak semakin berat buatnya.

"Ga boleh khawatir, Mbak. Yakin aja. Kalo Gusti sudah menjanjikan rezeki, pasti diberikan. Dan pasti cukup, sesuai kadarnya. Percaya saja. Kalau sampai kita merasa was-was dan kurang, mungkin yang salah di kitanya."

Aku menerima piring darinya sambil menelan ludah. Apa iya? Apa mungkin kesalahan ada padaku? Sampai-sampai dengan pendapatan yang pasti di setiap bulan, aku masih saja was-was, masih saja merasa kurang, dan tak bisa menyisihkan sebagiannya untuk kuberikan pada yang berhak?


Sukoharjo, 4 Juni 2019
#rezeki #30CeritaRamadan2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil