No Name dan Cinderella XXX

@angelabriptya



Tidak ada yang spesial dengan nama ini: "No Name". Sudah umum. Sangat umum malahan. Karena ketika nama ini saya ketikkan di mesin pencari google, saya sudah langsung mendapatkan 1.490.000.000 hasil hanya dalam waktu 58 detik. Tapi, bagi saya, nama ini memiliki cerita yang luar biasa.

Di tahun 2002, saya dan teman-teman satu angkatan mendapatkan tugas di mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk membuat drama. Tanpa butuh waktu lama, saya langsung menceritakan ide bodoh saya untuk membuat parodi dari dongeng anak-anak yang berjudul Cinderella kepada Uwiez, teman sebangku saya. Untungnya, karena gelombang otak kami berada pada frekuensi yang sama, dia langsung menyetujuinya dan menambah ide-ide bodoh ini dan itu lagi ke dalam kepala saya. Draft alur cerita pun jadilah dan kami bagikan kepada anggota kelompok yang lain: Ei, Muti, Edo, Nut, Ipang, dan Happy yang ternyata gelombang otaknya juga berada di frekuensi yang sama dengan saya dan Uwiez sehingga dengan sukarela langsung menyetujui ide kami. Walaupun sempat terjadi ketidakterimaan dari Nut terhadap tokoh yang didapatkannya.

Ketidakterimaan Nut terjadi setelah saya dan Uwiez memberitahunya bahwa di mendapatkan peran sebagai pohon ajaib. Dia tidak terima karena dia menginginkan peran yang menantang. Menurutnya peran ini tidak menantang sama sekali. Apa coba menantangnya dari sebuah pohon ajaib yang bergerak pun tidak? Saya pun awalnya ketika ditanya juga agak bingung. Namun dengan cepat, saya mendapatkan bagian menantang dari peran ini. Saya katakan padanya bahwa kostum dari peran ini cukup menantang, karena dia hanya akan menggunakan celana dalam dan memegang ranting pohon. Laki-laki kurus, tinggi, dan berkaca mata itu langsung mengamuk. Tapi, akhirnya kami mencapai kesepakatan bahwa dia akan bersedia menerima peran itu asal kostumnya dia yang menentukan.

Cerita sudah siap, anggota sudah lengkap, dan pembagian peran sudah oke. Hari itu sebelum istirahat kedua, saya dan Uwiez sudah merasa sangat siap untuk mulai menuliskan dialog karena merasa semua persiapan awal sudah mantap ketika tiba-tiba seorang manusia bernama Isa menghampiri kami dan mengatakan bahwa dia sudah melapor kepada guru dan mendapatkan ijin untuk masuk ke dalam kelompok kami. Setelah memukul-mukulkan kepala ke pintu kelas, saya dan Uwiez akhirnya mengadakan rapat dadakan untuk menambahkan tokoh baru ke dalam cerita. Syukur alhamdulillah, manusia itu masih bisa kami masukkan ke dalam cerita. Dan alhamdulillah, cerita kami menjadi semakin aneh, semakin sesuai dengan kami.


Para Tokoh Cinderella XXX

Cerita Cinderella yang kami mainkan tidak sama dengan cerita yang biasa kita dapatkan. Cinderella bukan anak perempuan yang menderita dan disiksa oleh ibu tiri yang kejam. Saya dan Uwiez mengubahnya. Selain karena memang tidak suka dengan perempuan yang lemah, kami juga tidak suka dengan cap yang ditempelkan pada ibu tiri, bahwa semua ibu tiri itu kejam. Sehingga, di dalam cerita kami, Cinderella bukanlah perempuan yang lemah, tetapi anak perempuan yang penuh keceriaan yang begitu dekat dengan ibu tirinya. Selain dua tokoh utama ini, ada pula tokoh Ibu Peri, Pangeran Mesum dan Sumanto (Pengawalnya), Mbah Dukun, Pohon Ajaib, dan Sadako. Waktu itu film horor yang berjudul The Ring dan kasus Sumanto memang sedang naik daun, sehingga kami memasukkan dua tokoh tersebut ke dalam cerita kami. Oiya, ada satu lagi: Narator. Dan nama kelompok kami adalah No Name (Tak Ada Nama). Iya, kami terlalu malas mencari nama yang lebih bagus.


Cerita kami dimulai dari hebohnya Cinderella yang akan menghadiri pesta dansa yang diadakan oleh Pangeran Mesum. Mirip dengan cerita aslinya, di tengah acara, Cinderella berlari meninggalkan pesta, bukan karena gaunnya akan berubah jelek dan sihir dari Ibu Perinya memudar, tapi karena dia ingin menonton acara Angin Malam di televisi (Waktu itu memang ada acara talk show ini di salah satu televisi swasta nasional). Karena terburu-buru, salah satu sepatunya tertinggal. Masih sama dengan cerita aslinya, Pangeran dan Pengawalnya kemudian melakukan pencarian pemilik sepatu itu dengan bantuan Mbah Dukun. Tapi, di sisi lain, Cinderella yang pantang menyerah, berusaha mencari sepatunya sendiri dengan dibantu oleh petunjuk dari Ibu Peri bahwa dia akan menemukan sepatunya pada Pohon Ajaib yang tinggal di hutan XXX (karena kami sudah malas mencari nama hutan). Di tengah perjalanan, Cinderella berkenalan dengan Sadako, hantu perempuan yang sedang mencari pembunuhnya, yang akhirnya membantu Cinderella mencari pohon ajaib. Akhir cerita, Cinderella berhasil menemukan pohon Ajaib dan sepatunya, bertemu dengan Pangeran Mesum, Pengawal, dan Mbah Dukun, serta jatuh cinta pada Mbah Dukun. Sadako bertemu dan jatuh cinta dengan Pangeran Mesum, serta berhasil menemukan serta membalas dendam kepada pembunuhnya yang ternyata adalah pengawal. Ibu Peri jatuh cinta dengan Pohon Ajaib. Dan terkuaklah rahasia besar yang sebelumnya ditutupi bahwa sebenarnya Mommy alias Ibu Tiri telah lama berpacaran dengan Narator.
Akhir cerita - gambar oleh @angelabriptya


Seperti itu ceritanya. Biasa saja? Ya, namanya juga hasil dari otak yang agak sedikit aneh. Namanya juga cerita yang terlahir dari ide-ide bodoh. Tapi walaupun demikian, kelompok kami memenangkan beberapa penghargaan, mulai dari cerita terbaik, tokoh utama terbaik (Cinderella yang diperankan oleh Uwiez), Peran pembantu pria terbaik (Mbah Dukun yang diperankan oleh Edo), peran pembantu wanita terbaik (Sadako yang diperankan oleh Muti), Kostum terbaik (Pohon Ajaib yang diperankan oleh Nut, Ibu Peri yang diperankan oleh Ei, dan Mommy yang diperankan oleh saya). Hebat, kan?

Ngomong-ngomong tentang kostum, sampai pada sehari sebelum kami naik panggung, kami sama sekali tidak pernah membahas tentang kostum apa yang akan kami pakai atau akan menyewa kostum di mana. Secara, jika sesuai dengan cerita, kami pastinya akan membutuhkan kostum jaman kerajaan, atau paling tidak menggunakan gaun indah untuk pesta dansa. Ditengah kemepetan waktu dan kedodolan kami, akhirnya di malam persiapan terakhir itu, kami memutuskan untuk mencari kostum kami masing-masing. Kami tak lagi memikirkan sesuatu yang mewah, tapi yang penting ada. Dan di hari H, kami saling cekikikan sendiri ketika kami bertemu di ruang kostum dengan kostum kami masing-masing. Uwiez datang dengan pakaian standar perempuan kekinian (kekinian untuk waktu itu), tak ada yang terlalu spesial dengan kostumnya sebagai Cinderella. Saya, sebagai seorang ibu rumah tangga, datang dengan daster dan roll rambut pinjaman (saya lupa milik siapa), standar. Isa, Ipang, dan Happy juga datang dengan kostum yang sebenarnya standar, hanya saja agak nyeleneh jika dibandingkan dengan tokoh yang mereka perankan. Muti datang dengan seprai putih (jika saya tidak salah ingat), standar juga. Yang mulai agak tidak standar adalah Ei. Kami pikir, sebagai Ibu Peri, dia akan datang dengan sayap buatan yang cantik seperti di sinetron yang pernah naik daun beberapa tahun sebelumnya. Tapi ternyata dia datang dengan kemeja dan rok putih, serta sampur (selendang untuk menari di Jawa) berwarna merah, dan kipas berbulu berwarna hijau. Semoga ingatan saya tidak salah. Dia juga (tanpa diminta) membawa ponsel mainan milik keponakannya yang jika ditekan ada suara "Guk guk guk"-nya. Katanya dia peri Jawa, sehingga terbang dengan sampur, bukan sayap. Edo yang menjadi Mbah Dukun datang dengan baju beskap dan blangkon. Laki-laki yang dari luarnya nampak pemalu ini, malam itu sepertinya sudah tertular virus aneh dari anggota kelompok yang lain. Dia dengan sukarela membawa lampu meja berwarna pink dan berhiaskan Hellokitty. Nah, yang paling tidak standar adalah Nut, si Pohon Ajaib. Sebelumnya kami mengharapkan dia datang dengan pakaian seadanya dan dua batang pohon seperti sebagaimana layaknya peran pohon. Harapan kami pupus. Sepertinya waktu itu kami lupa bahwa frekuensi otak kami di kelompok ini memang tak sama dengan kebanyakan orang. Nut datang dengan pakaian angkatan darat yang lengkap dengan tas ransel, helm pelindung, dan  hiasan garis berwarna hitam di kedua pipinya. Hebatnya, dia sudah menyelipkan beberapa tangkai bambu yang masih berdaun di tas ranselnya. Jadilah Pohon Ajaib.

Malam itu luar biasa sekali. Untuk pertama kalinya kami menuliskan naskah drama, dengan persiapan seadanya, dengan tanpa mengeluarkan dana apa-apa, dan kostum sesuka hati pemerannya, kami bisa mendapatkan penghargaan sebanyak itu. Sayangnya, saking tak adanya dana, kami tak sempat mendokumentasikan malam luar biasa itu. Tak ada foto, pun video. Yah, tapi paling tidak, kami memiliki dokumentasi yang tak akan termakan jaman, gambaran di otak dan hati kami.

Sampai sekarang kami masih sering menghabiskan waktu bersama. Bukan dalam arti yang sebenarnya juga, sih, karena untuk bisa bertemu langsung, akan cukup sulit mengingat sekarang saya berdomisili di Ternate, Uwiez di Jakarta, Muti di Tangerang, dan Edo di Korea. Hanya tinggal Happy, Nut, dan Ei saja yang masih di Solo dan sekitarnya. Itu pun mereka punya kesibukan masing-masing. Jadi pertemuan kami, kami lakukan di grup whatsapp. Tapi kami tetap berusaha meluangkan waktu, sedikit memaksakan lebih tepatnya, untuk bisa bertemu ketika saya atau Edo pulang kampung.

Oh iya, gambar-gambar yang ada di postingan ini adalah hasil guratan tangannya Ucha (@angelabriptya), calon istrinya Happy. Alloh memang selalu memberikan jalan keluar, bahkan untuk hal sesepele ini; ketika kami lupa mendokumentasikan, beberapa tahun kamudian kami diperkenalkan kepada anggota keluarga baru yang memungkinkan kami mendokumentasikan cerita kami.

Sekian cerita bodoh saya hari ini bersama orang-orang bodoh yang luar biasa cerdas.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil