Urgen!!!

 



Salah satu mata kuliah yang saya sukai selama saya kuliah di keperawatan adalah Dokumentasi dalam Keperawatan. Saya menyukai mata kuliah ini karena dari sini saya belajar banyak hal yang bisa saya aplikasikan dalam kehidupan saya. Pendokumentasian proses keperawatan memiliki beberapa prinsip yang menurut saya sangat bagus sekali ketika saya apikasikan tidak hanya dalam hal pekerjaan saya sebagai perawat, tetapi juga dalam hidup saya. Selain prinsip-prinsipnya, hal yang membuat saya jatuh cinta pada mata kuliah ini adalah adanya materi tentang cara memprioritaskan masalah.
 

Prinsip
Prinsip dokumentasi keperawatan terdiri dari tiga hal, yaitu brevity, legidibility, dan accuracy.

Brevity oleh para ahli diartikan sebagai ringkas. Maksudnya, dalam melakukan pendokumentasian proses keperawatan, seorang perawat cukup hanya menuliskan apa yang dibutuhkan, tidak perlu memasukkan kata atau kalimat yang tidak perlu. Dalam hidup, saya rasa prinsip ini juga perlu diterapkan. Menurut saya, ada baiknya kita menerapkan prinsip ini ketika berbicara. Berbicara itu yang ringkas saja, seperlunya saja. Berbicara terlalu banyak dan tidak perlu itu selain membuang tenaga juga bisa menyebabkan kebingungan bagi orang yang mendengarkan. Pembicaraan yang bertele-tele dan berputar-putar seringnya justru menjadi tidak jelas dan pada akhirnya tidak tersampaikan maksudnya. Di samping itu, orang akan cenderung bosan ketika kita berbicara terlalu banyak. Lebih parahnya, ketika apa yang kita bicarakan sebenarnya tidak perlu kita bicarakan, tidak ada kepentingan dengan orang yang kita ajak bicara.

Legidibility berarti mudah dipahami. Dokumentasi proses keperawatan harus dilakukan dengan cara agar mudah dibaca dan dipahami oleh pembacanya agar tidak terjadi salah paham. Sama dengan saat kita berbicara. Berbicara itu sebaiknya dengan cara yang mudah dipahami, dengan bahasa yang dipahami oleh orang yang kita ajak berbicara.

Prinsip accuracy menuntut perawat untuk melakukan dokumentasi yang sesuai dengan kondisi sebenarnya, tidak dibuat-buat, dan sesuai dengan data yang ada pada pasien. Intinya, pendokumentasian harus dilakukan dengan jujur, sesuai kenyataan. Manusia itu ada baiknya hidup dengan jujur dan apa adanya. Kebohongan itu adalah suatu beban. Beban itu mau diingkari seperti apapun tetap terasa berat dan segala sesuatu yang memberatkan itu hanya membawa penyakit. Kebohongan itu mau disembunyikan seperti apapun, ditutupi dengan tutup setebal apapun, suatu hari pasti akan terkuak. Jadi yah lebih baik jujur saja dan apa adanya.

 
Prioritas Masalah
Dalam merawat pasien, perawat bertugas menggali masalah keperawatan. Seringnya, pada satu orang pasien, perawat akan menemukan lebih dari satu masalah keperawatan sehingga perawat dituntut untuk memprioritaskan masalah-masalah itu, mengurutkannya dari yang paling utama, yang harus didahulukan untuk diatasi hingga masalah yang paling ringan. Sama kan dengan hidup?

Hidup seorang manusia itu tidak ada yang sederhana. Diakui maupun tidak, hidup itu adalah suatu yang kompleks. Setiap orang pastinya memiliki tugas dan kewajiban yang harus dikerjakan, pastinya memiliki rencana yang ingin dilakukan, dan tidak mungkin semua hal yang banyak itu dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Makanya manusia perlu melakukan prioritas agar hal-hal itu tidak tumpang tindih sehingga hal-hal yang paling penting pada akhirnya justru menjadi hal yang terbengkalai. Ya, ada memang beberapa hal yang bisa dilakukan bersamaan. Tapi ketika itu tidak mungkin, mau tidak mau, kita harus melakukan prioritas.

Di dalam ilmu dokumentasi keperawatan, hal-hal menjadi dasar melakukan prioritas masalah di antaranya adalah tingkat kegawatan masalah dan jenis masalah. Mungkin dasar ini bisa juga kita gunakan untuk memprioritaskan apa yang harus kita lakukan di dalam hidup.

Kita perlu mendahulukan segala hal yang sifatnya gawat dan urgen, yang harus segera dilakukan, yang jika tidak segera dilakukan dapat mengancam jiwa atau membuat kecacatan atau membahayakan. Kita juga perlu mendahulukan hal-hal yang jenisnya aktual, masalah yang memang sudah nyata daripada masalah-masalah yang sifatnya masih risiko atau belum benar-benar terjadi. Tapi bukan berarti jika masalah itu belum terjadi lantas kita biarkan begitu saja. Masalah-masalah itu tetap harus diselesaikan dan dicegah, tetapi posisi prioritasnya berada di bawah permasalahan yang sudah nyata.

Saya sebenarnya bukan orang yang suka membuat target dan daftar pekerjaan apa saja yang harus segera saya selesaikan dan apa yang tidak. Tapi setelah saya mendapatkan kuliah ini, mempelajari tentang prioritas masalah, dan tahu betapa berbahayanya ketika saya salah melakukan prioritas masalah, mau tidak mau saya juga mulai membuat target. Apalagi begitu saya masuk ke dunia kerja. Pekerjaan itu tidak akan ada habisnya. Satu selesai, akan datang lagi satu, bahkan lebih, atau bahkan sudah datang pekerjaan yang baru lagi sebelum pekerjaan yang sebelumnya terselesaikan. Demi menjaga keteraturan ritme hidup dan tingkat kewarasan dalam kondisi itulah, saya akhirnya mengharuskan diri saya untuk membuat daftar pekerjaan dan target penyelesaiannya sesuai dengan prioritas masalah. Saya sadar, jika saya tidak melakukan itu dan jika saya menunda-nunda suatu pekerjaan, saya pasti akan keteteran dan pekerjaan saya tidak akan beres.

Tapi, gara-gara menjalankan pola ini, saya menjadi sering geregetan sendiri ketika melihat ada orang yang dengan tenangnya meninggalkan pekerjaan yang penting demi sesuatu yang tidak penting. Saya super geregetan lagi pada orang-orang yang gara-gara kesantaiannya akhirnya merugikan orang lain. Misalnya seorang guru yang sebenarnya tidak sedang sibuk apa-apa, tetapi karena sedang malas atau mood sedang tidak baik, dia memilih untuk tidak mengajar, mengosongkan kelas, tapi dia hanya duduk-duduk saja bercerita dengan teman sekantor, atau lebih parahnya bermain games. Lalu ketika jatah jam mengajarnya sudah habis, ketika para siswanya seharusnya menikmati minggu tenang, dia memaksa masuk mengajar hanya demi memenuhi jatah mengajarnya. Ya, saya benar-benar geregetan dengan orang-orang semacam itu.

Ah, yah, tapi saya belum bisa mengubah hal yang itu. Jadi untuk saat ini saya hanya akan menyimpan rasa itu dulu. Saya akan mengubah dulu apa yang bisa saya ubah, pastinya adalah diri saya sendiri. Perubahan itu dimulai dari tiga hal katanya; mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan mulai dari yang sekarang. Iya, kan? Jadi ya begitu saja dulu. Saya akan mengubah diri saya dulu saja, memperbaiki diri sambil sedikit menyindir dan mendorong perubahan orang lain juga sih kalo bisa. Dan kalo bisa sih secepatnya juga karena sebenarnya pola kerja pemalas seperti itu tidak baik dan harus segera diubah. Urgen!!!

Oiya, katanya (lagi), sebenarnya di dunia ini tidak ada orang yang sibuk. Katanya, semuanya itu sebenarnya tentang prioritas, tentang bisa tidak seseorang melakukan prioritas. :)



Tulisan di dalam gambar ini sedikit banyak masih ada hubungan dengan prioritas. Satu kalimat yang paling saya sukai dari tulisan di dalam gambar ini adalah: “Seseorang yang bertahan di kantor (pulang terlambat dari kantor) bukanlah seorang pekerja keras. Dia sebenarnya adalah orang bodoh yang tidak tahu bagaimana caranya memanajemen pekerjaan sesuai dengan waktu yang ada. Dia adalah pecundang yang tidak memiliki kehidupan sosial dan personal. Dia adalah seseorang yang tidak efisien dan tidak kompeten di dalam pekerjaannya.” Bagaimana? Setuju?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil