Monyet!




www.fanpop.com

“Na, Masmu tahu tentang obsesimu sama monyet?”

Pertanyaan seorang teman hari itu hanya saya jawab dengan tawa kecil. Sore itu saya sedang ngemall dengannya, dan seperti biasa setiap melihat boneka monyet, saya heboh. Lalu terlontarlah pertanyaan itu. Hmm.. sore itu saya baru ingat bahwa sampai saat ini, saya memang belum pernah mengatakan apa-apa tentang (kalo boleh meminjam istilah teman saya itu) “obsesi” saya pada monyet.

Monyet. Pertama kali saya jatuh cinta pada monyet adalah ketika membuka kado ulang tahun dari kakak saya waktu saya kelas lima SD. Di dalam kotak yang tidak terlalu besar itu teronggok sebuah boneka monyet dengan wajah yang imut sekali, tatapannya seperti ingin dipeluk, dan badan yang sangat tipis. Boneka itu saya beri nama Momo, akronim dari MOnyet MOnyong. Dan sejak saat itu, entah bagaimana, saya selalu tidak bisa melepaskan diri dari jerat pesona monyet.

Saya terjerat pesona monyet. Setelah Momo, boneka yang saya beli sendiri selalu saja monyet. Mulai dari yang murah meriah seharga dua belas ribu rupiah, sampai yang termahal seharga sampai seratus ribu rupiah (untuk ukuran saya harga di atas lima puluh ribu rupiah itu sudah sangat mahal), semuanya berbentuk monyet. Ada Lutchu, boneka monyet kecil yang sederhana sekali, yang jika mengingat harganya, wajar lah. Hehehe.. Kemudian ada Ndut, boneka monyet yang bulunya mirip sabut kepala tetapi wajahnya melankolis sekali. Kedua mata hitamnya yang kecil-lah yang dulu membuat saya akhirnya memutuskan untuk mengambilnya. Kedua mata itu membuatnya selalu berwajah sedih dan tak berdosa. Setelah itu ada lagi Manga, boneka monyet yang kedua kaki dan tangannya bisa ditarik ulur. Lalu ada Dede, monyet dengan kepala super besar, Lophe, si gorila yang berwajah sangar tetapi berbibir merah jambu dan membawa mainan berbentuk hati merah jambu, Iyut, Takeshi, dan Charlie, boneka gorila berwajah lucu yang sebenarnya adalah milik ponakan saya yang kemudian dengan suka rela diberikan kepada saya. Setelah itu terus-menerus monyet-monyet yang lain mulai berdatangan dari teman-teman dan keluarga saya.

tedlillyfansclub.blogspot.com
Monyet-monyet tidak hanya menjerat saya dalam bentuk boneka. Hampir semua pernak-pernik monyet pasti juga akan menjerat saya dalam pesonanya. Gantungan kunci, pin, bros, tempat ponsel, dompet, kaos, jam tangan, sendal, handuk, gelas. Hampir semua hal yang mengandung gambar monyet sudah pasti akan memesona saya. Untungnya, saya bukan orang dengan rejeki dalam bentuk uang melimpah. Untungnya, di dompet saya tidak selalu ada uang sehingga, yah, paling tidak, hal itu bisa agak sedikit mengerem saya. Tapi, untungnya lagi, saya tidak harus benar-benar berhenti berkenalan dengan monyet-monyet baru di dunia ini karena teman-teman dekat dan keluarga, setiap kali bertemu dengan pernak-pernik monyet akan mengingat saya dan jika sedang ada rejeki, tak ragu membelikannya untuk saya.

Kadang-kadang saya berpikir juga sih, apa sebenarnya bagusnya monyet-monyet ini? Jika hanya sekedar karena imut atau lucu, boneka beruang sebenarnya juga lucu, juga imut. Lagipula, saya ini bukan tipikal orang yang suka melakukan penilaian dari fisik saja. Mungkin karena mereka ini cerdas. Saya selalu tertarik pada makhluk yang cerdas. Mungkin juga karena mereka ini katanya adanya binatang yang setia. Atau mungkin semua ini cuma masalah selera saja, tentang rasa. Dan rasa, untuk saya, adalah sesuatu yang tidak dapat dipaksakan untuk datang atau pergi sesuka hati saya. 

Hah, sudahlah. Pada akhirnya akan selalu sampai pada rasa. Ah, sudahlah.

Oiya, ngomong-ngomong, masih ada satu hal yang belum terbeli sampai sekarang; film dokumenter tentang simpanse, judulnya Chimpanze. Adakah yang berminat dan berbaik hati mencarikan dan membelikannya untuk saya? :D

animal-kid.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil