Bisa, Sih. Cumaaan....

twitter.com


"Anaknya ke sekolah naik motor, Bu?"

"Iya, Mbak. Itu motor hadiah kenaikan kelas kemarin. Kan nilainya bagus, jadi saya beliin motor. Baru hlo itu motornya."

"Memang sekarang kelas berapa anaknya?"

"Kelas dua."

"SMA?"

"SMP."

"Kok sudah dilepas naik motor sendiri?"

"Ya anaknya sudah bisa naik motor, kok. Biar aja. Biar nggak manja. Kalo gini kan enak, saya juga enak, jadi ada yang nganterin kalo pengen ke mana-mana. Anak saya itu pinter, Mbak. Diajarin bentar aja sudah langsung bisa naik motor sendiri. Udah lancar."

"Bisa sih bisa, Bu. Cuman kan dia masih kecil, belum tujuh belas tahun."

"Oh, kalo masalah SIM gampang itu. Nanti tinggal dipalsuin aja umurnya. Anaknya secara fisik juga udah gedhe, kok."

"Laah... Bukan itu juga."

"Terus kenapa emangnya?"

"Naik motor kan nggak cuman butuh bisa naik aja, Bu. Naik motor itu butuh kedewasaan mental. Harus bisa sabar, harus punya perasaan buat pemakai jalan lain. Kapan harus berhenti, kapan harus melaju, seberapa laju kendaraan harus dijalankan, kapan harus menunggu, kapan bisa mendahului... Banyak hal yang seringnya belum masuk di pikiran anak-anak.

"Anak-anak umur segitu sedang senang-senangnya berlomba. Tujuan akhirnya hanya menang, melebihi batas kecepatan kendaraan lainnya. Makanya kan pada suka kebut-kebutan. Lagian, bukannya kemarin ibu juga mengeluhkan banyaknya pengendara yang sembarangan ketika berbelok dan akhirnya hampir menyerempet ibu?"

"Tapi kan anak saya nggak seperti itu, Mbak. Anak saya itu kalo naik motor pelan-pelan, nggak kayak pengendara yang tempo hari itu. Sudah ah, Mbak. Jangan mentang-mentang mbak ini anak kuliahan terus sok mau menasehati saya. Saya tahu mbak berpendidikan, mbak pinter dan saya bodoh!"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil