Salam Untuk Hujan

@MarkHope

"Di sini hujan," kataku.

"Hujan tak datang di sini hari ini," balasmu.

Lalu kita berdua diam sejenak. Kedua mataku memandangi tetes-tetes hujan yang disambut tanah, membuatnya menguarkan aroma yang tak pernah tak menyenangkan itu. Aku lantas mengeratkan dua lengan, melingkari kedua lutut seperti biasa, berusaha menghalau dingin yang malam ini dibawa hujan.

"Bisakah kau sampaikan salamku untuknya?" tanyamu kemudian.

"Siapa?" Aku tahu, ada nada bingung yang jelas di dalam suaraku.

"Hujan."

Lalu aku tertawa. Tak bisa aku menahannya ketika mendengar jawabmu. Titip salam kok untuk hujan. Ada-ada saja.

"Bagaimana? Mau tidak kau sampaikan salamku untuknya?" tanyamu lagi.

"Sebentar," kataku seraya menjauhkan ponsel dari telinga dan menoleh ke arah hujan. "Hei, Hujan... Risang mengirimkan salam buatmu," kataku sebelum kemudian kembali mendekatkan ponsel ke telingaku. "Dia bilang dia tak mau menerima salammu," kataku padamu seraya mengulum senyuman, merasa bodoh, mau-maunya aku menurut padamu.

Ganti kamu yang tertawa sekarang. "Kenapa memangnya?" tanyamu di sela tawa.

"Dia bilang dia tak suka mendengar keluhanmu setiap kali dia datang."

Kamu kembali tertawa. "Ya sudah. Tak apa. Kita sama-sama tahu aku memang tak begitu menyukainya."

Tawaku tak bisa kutahan lagi kali ini. Merasa benar-benar bodoh dengan obrolan tak penting kita ini. Lalu ada jeda lagi. Lebih tepatnya kau yang memberikan jeda, seolah sengaja membiarkanku tertawa.

"Mengapa?" tanyaku begitu tawaku reda.

"Apa?"

"Mengapa kamu tak menyukai hujan?"

"Kamu," jawabmu.

"Aku?" Aku bertanya bingung lagi. Memangnya apa salahku?

"Iya. Karena kamu begitu menyukainya. Aku tak ingin kamu merasa tersaingi. Jadi, aku cukup menyukai kamu saja. Tak perlu aku menyukai hujan."

Aaah.. Kupu-kupu ini mendadak berterbangan lagi di dalam perutku.

"Cukup aku menyukai kamu saja. Boleh?"



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil