Setahun Kemarin

http://ceramicsbylaura.com/


Ada banyak hal yang terjadi dalam satu tahun kemarin. Saya dilepaskan dan  belajar melepaskan. Saya mengalami kehilangan, lalu menemukan. Hanya dalam waktu satu tahun. Tak lama. Bahkan tak hampir tak terasa. Tiba-tiba saja tahun yang baru sudah ada.

Saya dilepaskan. Tiga tahun saya bertahan pada suatu harapan. Tiga tahun saya memperjuangkan. Dan pada akhirnya, di awal tahun kemarin, dia sampai pada satu keputusan untuk melepaskan. “Tak ingin menjadi penghalangmu untuk menemukan yang lain,” katanya. Tak apa. Kata seorang penulis terkenal, daun yang jatuh tak pernah menyalahkan angin. Ya, saya setuju. Untuk apa pula menyalahkan angin? Tak ada gunanya. Dia tak bersalah. Dia hanya bekerja sesuai tugasnya saja: berhembus. Sama dengan hidup. Untuk apa saya menyalahkan keadaan, menyalahkan jarak yang sepertinya telah selalu menjadi tumpuan kesalahan bagi sebagian orang. Tak ada gunanya. Jalannya memang sudah harus begini: bahwa saya dilepaskan. Daun-daun itu pun sama, mereka dilepaskan oleh tangkai-tangkai tempatnya selalu berusaha bertahan. Karena memang sudah waktunya. Tak ada yang perlu disalahkan. Diterima saja, sudah saatnya untuk belajar melepaskan.

Saya harus melepaskan lagi. Sebuah peraturan baru mulai diterapkan dan mengharuskan saya melepaskan sebuah jabatan. Tak apa. Untuk yang kali ini, tak ada yang membebani saya ketika harus kembali melepaskan. Hidup ini sebuah pembelajaran. Masa studi saya memang sudah habis dengan jabatan itu, makanya sekarang saya dilepaskan darinya dan diberikan jabatan baru. Tak masalah orang bilang turun jabatan. Tak ada yang salah dengan itu. Sesaui rejeki. Justeru karena ini, ada banyak sekali hal yang bisa saya syukuri dan sekarang baru saya sadari bahwa sebenarnya ini, yang sekarang ini, adalah apa yang secara tak langsung selalu saya minta. 

Saya kehilangan. Pada satu tahun kemarin itu ada banyak yang harus pergi, harus pulang pada pemilik kami. Pakdhe, salah satu manusia hebat yang selama ini selalu menjadi contoh saya, salah satu panutan, guru, dan yang paling penting adalah salah satu tempat di mana saya bisa selalu merasakan kehadiran bapak, akhirnya menyerah pada stroke yang sudah setahun belakangan melemahkannya. Lalu ada lagi yang harus pergi setelah itu, seorang saudara. Dan yang terakhir, yang paling mematahkan hati saya adalah seorang malaikat kecil yang sudah harus pergi sebelum saya sempat bertemu dengannya. Bayi perempuan mungil yang cantik. Yang sebenarnya sangat dinantikan oleh kedua orang tuanya, sepupu kesayangan saya. Ini yang paling mematahkan hati saya karena pagi itu, untuk pertama kalinya, saya mendengar suara seorang lelaki yang sarat kepiluan hingga saya sendiri tak tahu harus mengatakan apa agar bisa menghilangkan kepiluan di suaranya itu. Kau tahu kan rasa itu? Ketika tiba-tiba kita merasa tak berdaya dan tak bisa melakukan apa-apa untuk menghilangkan duka di hati orang yang kita sayangi. Nah, pagi itu saya merasakannya, begitu mematahkan hati.

Saya kehilangan lagi. Dua orang sahabat, guru, tempat saya berilmu, tempat saya berbagi cerita, pada tahun yang sama pindah tugas. Sedih. Iya, pastinya. Siapa yang tak sedih ketika kehilangan. Dusta jika memang tidak. Kehilangan itu pasti menyisakan kesedihan. Apalagi kehilangan orang-orang luar biasa, tak lagi bisa merasakan kehadiran mereka secara langsung, tak lagi bisa mendengarkan omelan mereka, atau segala kritikan mereka secara langsung ketika langkah saya mulai melenceng, tak lagi bisa berpegangan pada mereka ketika tiba-tiba tempat berpijak saya tergoyang, itu menyedihkan. Tapi lagi-lagi rejeki, jodoh, semua ada waktunya. Tak apa.

Tapi lantas saya menemukan. Saya menemukan keluarga baru ketika sahabat saya akhirnya memutuskan untuk menyudahi masa lajangnya dan saya, ibuk, serta kakak saya akhirnya menjejakkan kaki di tanah kelahirannya. Dan di sana saya menemukan keluarga baru, membuat saya menemukan rumah baru. Tak ada jarak. Langsung saja terasa melebur. Menyenangkan. Menemukan. 

Di tahun yang sama, saya juga menemukan yang lain. Saya menemukan dia, seorang lelaki luar biasa. Yah walaupun sebenarnya saya sudah sangat lama mengenalnya, tapi baru pada tahun lalu saya benar-benar menemukannya. Dan kali ini saya benar-benar berharap untuk bisa bertahan dan perjalanan saya berakhir padanya. Saya menemukannya dan itu luar biasa.

Entah apa lagi yang akan saya temukan setahun berikutnya. Tak berharap banyak. Tak perlu banyak. Cukup saja. Dan apa pun itu, saya sudah belajar dan saya tahu bahwa rencana-Mu itu yang paling sempurna. Dan apa pun itu, saya yakin, semua rencana-Mu itu adalah yang terbaik untuk saya. Saya tinggal menunggu kejutan apa lagi yang sudah Kau siapkan dari atas sana.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil