Cuti Bersama Jilid II



"Memang kok mereka itu zalim!" kata seorang laki-laki berkaca mata sebelum kemudian mengambil cangkir kopinya dan menyesap isinya.

"Zalim kenapa?" tanya kawannya.

"Cutiku tak disetujui sama mereka."

"Cuti apa?"

"Lebaran besok itu kan aku mau cuti. Mau pulang kampung aku."

"Bukannya cuti bersama udah panjang banget ya?"

"Ya kan tetap saja kurang lah."

"Ya mau bagaimana? Aturannya gitu."

"Aneh-aneh saja mereka itu. Bikin aturan sendiri, larang-larang hak orang. Zalim memang."

"Wooo.. Tunggu, Masbro. Aturan itu bukan atasanmu yang buat. Itu ada di Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 87 tahun 2005 tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja Bagian III, Disiplin Kerja, poin C: Cuti."

"Masak?"

"Kau tak tahu?" Ganti kawannya yang terkejut. "Aturan sudah ada sejak tahun 2005, terus sekarang kamu protes karena tidak diijinkan mengambil cuti? Kamu bilang mereka zalim karena tidak memberikam hakmu begitu?" tanya kawannya lagi. "Ayolaah. Yang benar saja. Jika sudah begini, siapa yang zalim? Ketika kamu memaksakan kehendak kemudian meminta mereka melanggar peraturan demi kamu, siapa yang zalim? Mereka atau kamu?"

"Lantas bagaimana? Tiketku sudah terlanjur terbeli."

"Ya risikomu lah. Kamu itu manusia dewasa. Seharusnya sudah sadar risiko. Seharusnya belajar terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan seperti ini. Pelajari aturannya."

"Tapi itu hanya cuti tahunan yang tidak boleh diambil bersambung. Berarti cuti yang lain boleh dong."

"Memang. Tapi memangnya kamu mau ambil cuti apa? Cuti sakit? Kamu mau minta surat keterangan sakit palsu dari dokter begitu? Kau suruh mereka berbohong dan melanggar kode etiknya, melanggar sumpah yang mereka ucapkan demi kepuasan pribadimu?"

Lelaki itu menunduk.

"Atau kamu mau mengambil cuti karena alasan penting? Alasan penting apa? Ibu, bapak, isteri, anak, adik, kakak, atau mertuamu sakit keras atau meninggal dunia?"

"Jangan, dong! Masak aku mau mendoakan mereka sakit atau meninggal."

"Atau kamu mau menikah lagi?"

"Tidak lah!"

"Berarti tak bisa juga. Cuti karena alasan penting kan alasannya cuma itu."

Lelaki itu terdiam lagi.

"Atau kamu mau ambil cuti besarmu? Tak bisa juga. Dua bulan lalu kan kamu sudah ambil separuh jatah cuti tahunanmu. Keduanya tak bisa diambil di tahun yang sama."

"Aah.. Lantas harus bagaimana?"

Kawannya mengangkat bahu. "Terserah padamu. Kau dewasa, bisa berpikir."

#CutiBersama

Baca juga: Cuti Bersama Jilid I

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil