Baper

Landmark Kota Ternate, Maluku Utara


"Tau rasa!" katanya dengan kedua mata menatapi layar ponsel.

"Apa?" tanyamu yang sedang melangkah di sisinya.

"Nih. Manusia ini nih yang habis bikin status ngejelek-jelekin pelayanan. Sekarang bikin status lagi minta maaf." Dia menunjukkan layar ponselnya padamu.

"Kok malah tau rasa? Bukannya bagus?"

"Ya minta maafnya kan setelah heboh sampe ke tingkat direktur perusahaan."

"Ya paling ga kan dia masih ada itikat baik buat minta maaf."

"Iyaa.. Buat pelajaran juga biar ga macem-macem, ga komen sembarangan. Ga ngejelek-jelekin pelayanan. Udah syukur dilayani. Coba kalo ga ada yang ngelayani? Apa nggak susah dia?"

Kamu mengajaknya duduk di undakan yang menyambung langsung ke beningnya air laut.

"Ini yang kita masih sering salah," katamu.

"Apa? Menempatkan diri."

"Maksudnya."

"Dia membutuhkan pelayanan kita lantas kita merasa dibutuhkan dan tak mau dikritik. Padahal kalo ga ada yang membutuhkan pelayanan kita, bisa loh kita kehilangan pekerjaan. Jadi sebenarnya hubungan penyedia dan pengguna layanan ini kan hubungan yang saling membutuhkan."

"Maksudmu, dia berhak gitu bicara sesuka hati pada kita? Terus menjelek-jelekkan kita di sosmed? Ya nggak bisa gitu lah!"

"Ya nggak lah. Seharusnya tak juga perlu menjelek-jelekkan. Cuma, coba deh kamu berada di posisi dia. Jika tak salah dengar kan dia habis menempuh perjalanan jauh, dia lelah, butuh segera istirahat. Terus sampai di tempat kita, yang nerima nggak ramah. Dobel-dobel loh tekanannya."

"Kamu pikir kita ini kerja nggak penuh tekanan? Gaji kecil, tuntutan selangit! Harus ramah sama pelanggan lah. Lah emangnya kita ini robot?"

"Ya tapi kan kita yang tahu ilmunya bagaimana harus berkomunikasi dalam kondisi seperti itu. Seharusnya, jika benar bekerja kita untuk ibadah, ya aplikasikan ilmu yang benar. Termasuk komunikasi. Kalo komunikasi kita bagus, kita tahu apa yang harus dikatakan dan bagaimana bersikap pada kondisi seperti itu, masalah ini tak akan terjadi, kok. Tak akan ada pengguna layanan yang akan bikin status."

"Panjang omonganmu."

"Udah, jadi orang jangan baperan. Berat nanti hidupmu. Kalo dikritik, ya instropeksi laaah, bukannya baper terus marah-marah. Terus habis itu bikin status galau panjang lebar betapa menderitanya hidupmu. Berperan menjadi korban," katamu.

Kamu menepuk-nepuk sebelah bahunya.

"Sudah, jangan baperan. Kritik itu seharusnya menjadikan kita sadar bahwa kita manusia, lalu berhati-hati pada kesombongan. Hanya orang sombong yang tak mau menerima kritik. Dan kau tahu kan? Kesombongan itu, jika ada setitik kecilnya saja di hati kita, kita tak akan bisa masuk syurga? Seharusnya kritik itu menjadi dasar kita untuk berbenah hingga akhirnya membuat kita berkembang. Bukannya malah baper."

Dia mencebik. Lalu kamu tertawa.

#Baper
#20180217

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil