Pohon Pahala

Benteng Vastenburg, Solo, Jawa Tengah (dokumen pribadi)


"Ini pohon apa, Pak?" tanya anak kecil yang baru saja berlarian di halaman benteng. Dia duduk di kursi besi di sebelah kursi yang kududuki sekarang.

"Asam Jawa," jawab bapaknya. "Pohon Pahala," lanjutnya.

Aku mengernyit. Heran. Pohon pahala, katanya?

"Pohon pahala?" tanya anaknya.

"Iya. Pohon pahala buat siapa pun yang sudah menanamnya."

"Kok bisa, Pak?"

"Kakak seneng ga duduk di sini?" tanya si Bapak. Anaknya mengangguk. "Kenapa?"

"Soalnya di sini teduh. Terus segar. Kata Pak Guru, kalo siang pohon menghasilkan oksigen yang kakak butuh buat bernapas. Makanya segaaaar.."

"Pinter nih anak bapak. Kakak dapet teduhnya, dapet oksigennya. Bapak juga. Siapa pun yang duduk di sini juga dapat manfaatnya. Belum lagi kalo nanti ada yang makan buahnya. Binatang atau manusia. Mereka juga akan dapat manfaatnya. Setiap manfaat itu berbuah pahala buat yang nanam pohon."

"Oooh.. iya iya. Kakak tahu. Pak guru juga bilang, kok. Rasululloh bersabda, 'Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya'. Gitu kan, Pak?"

"Pinternyaaa.." Si Bapak mengacak kepala anaknya. "Makanya, kakak ga boleh marah-marah lagi ya kalo ada tetangga yang minta jambu air depan rumah? Jangan ngambek lagi kalo mangganya dimakan kelelawar?"

"Iya. Kakak ga akan ngambek lagi. Semakin banyak yang makan, pahalanya akan semakin banyak. Kakak mau ngumpulin pahala yang baaaanyaaak.. Biar nanti bisa ke surga, bisa ketemu sama bunda dan adik."

Senyuman di wajah lelaki itu tiba-tiba terlihat pahit. Dia lantas mengajak anaknya beranjak. Tak sadar bahwa dia baru saja mengantongi pahala dengan memberikan ilmunya padaku.


Solo, 13 Juni 2018
#PohonPahala #30CeritaRamadan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil