Padi dan Kapas Bukan Sekedar Lambang Kemakmuran

 
Padi dan Kapas. Hal yang pertama kali muncul di kepala saya setiap kali mendengar dua kata ini disandingkan adalah Sila ke lima Pancasila. Pastilah, karena memang lambang dari sila ke lima dasar negara kita adalah padi dan kapas. Padi melambangkan kemakmuran pangan dan kapas melambangkan kemakmuran sandang. Makanan dan pakaian. Tapi, belakangan, saya baru tahu jika ternyata dua hal ini tidak hanya bisa melambangkan pangan dan sandang.

Beberapa hari yang lalu saya menginap di rumah Paklik. Selesai tarawih, kami mengobrol lumayan lama. Awalnya Paklik hanya menanyakan tentang bagaimana kabar saya. Maklum, saya ini termasuk ponakan yang jarang bersilaturahim. Jadi walaupun tinggal di satu kota, jarang sekali bertukar kabar sama Paklik. Setelah bertanya-tanya kabar, mengobrol ke sana ke mari, tiba-tiba kami sudah sampai pada obrolan tentang hidup.

“Ya, harusnya manusia itu hidup seperti ilmu padi. Karena negeri akhirat itu dijadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi” kata Paklik, mengutip salah satu ayat di Al Quran[i].

Aku mengamini kata-katanya. Paklik memang benar. Manusia hidup seharusnya mengamalkan ilmu Padi yang semakin tua, semakin berisi akan semakin menunduk. Ini adalah pepatah lama yang sudah sering saya dengar. Dalam hidup, semakin dewasa dan semakin banyak ilmu yang dimiliki seseorang, seharusnya membuatnya semakin rendah hati.

“Tapi kenyataannya, sekarang ini sudah terlalu banyak orang yang lupa dengan ilmu padi. Mereka lebih memilih mengamalkan ilmu kapas,” lanjut Paklik.

Dahiku berkerut waktu itu. Ilmu kapas?

“Semakin tua semakin ringan dan kering. Ketika dibawa terbang angin, dia merasa tinggi padahal sebenarnya dia bisa sampai tinggi karena tidak ada apa-apanya. Sebenarnya dia tidak memberikan apa-apa, malah menjadi korban, diombang-ambingkan oleh angin, harus ikut kemanapun angin bertiup.”

Wow. Ilmu satu ini yang saya baru tahu. Ternyata kapas juga punya ilmu. Selama ini setahu saya yang punya ilmu itu hanya padi. Ternyata kapas juga. Menurut Paklik, sekarang ini sudah terlalu banyak manusia yang merasa paling bisa, paling tahu, dan paling baik padahal sebenarnya masih banyak yang lebih bisa, lebih tahu, dan lebih baik dari dirinya.

“Padahal sudah diperintahkan; janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung,” kata Paklik, lagi-lagi mengutip salah satu ayat Al Quran[ii]. “Di atas langit itu masih ada langit,” lanjutnya.

Sewaktu paklik mengatakan itu, saya seperti dihujami pisau. Secara tidak sadar, selama ini saya telah lebih banyak mengamalkan ilmu kapas daripada ilmu padi. Di awal-awal waktu saya mengajar dulu, saya sering sekali merasa tidak terima ketika ada mahasiswa yang tidak mengikuti apa yang saya mau. Dulu saya sangat tidak suka pada mahasiswa yang suka melawan, sok tahu, dan tidak mau menurut apa kata saya. Saya merasa saya itu lebih tua. Pastinya dengan umur yang lebih, pengalaman dan ilmu saya lebih banyak daripada mahasiswa yang umurnya terpaut lumayan banyak di bawah saya. Saya ini juga tipikal orang keras kepala, selalu merasa paling benar. Baru tahu sedikit, seolah-olah sudah tahu semuanya. Hmm, yah, namanya juga manusia.

Pembahasan tentang ilmu kapas bersama Paklik malam itu mengantar saya kepada ilmu lain yang saya dapatkan sewaktu pelatihan Prajabatan CPNS dua tahun yang lalu. Prajabatan, tiga minggu yang luar biasa sekali. Begitu banyak ilmu yang saya dapatkan di sana. Tapi ada satu ilmu yang sampai sekarang melekat di kepala saya dan sedang berusaha saya amalkan. Guru saya berulang-ulang sampaikan tentang quote favoritnya:
 
Setiap orang yang kita temui adalah guru.
Setiap tempat yang kita singgahi adalah sekolah.
Kita tidak akan pernah berhenti belajar, karena kita belajar di sebuah universitas yang maha luas yang dinamakan The Institute of Life.


Sampai sekarang saya masih belajar untuk mengamalkan semua itu. Semoga saya diberi waktu untuk benar-benar bisa mempelajari dan mengamalkan ilmu padi dan menjauhi ilmu kapas. Amin. InshaAllah, Na.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri
(QS An Nisa' : 36)


[i] QS Al Qashash: 83
[ii] QS Al Isra’: 37

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil