Buat Beberapa Detik

 
Hujan turun dengan deras. Fre, yang untuk kesekian kalinya harus membatalkan rencana ke toko buku, mendengus kesal. Cewek berambut lurus sepinggang itu menjatuhkan diri lumayan keras ke kursi yang ada di dekat jendela kamarnya. Dengan tampang kesal, dia menatap Langit, berharap Langit segera menghentikan Hujan jika tau dia tengah memandang marah ke arahnya.

Bukan cuma Fre yang kesal karena Hujan turun dengan deras. Matahari yang ada di sebalik Awan tebal di Langit juga melipat muka, kesal dengan si Awan tebal yang membawa Hujan.

“Kamu ini kenapa?” tanya Bintang.

“Kamu nggak liat? Hujan turun deras sekali!” Matahari berkata dengan nada penuh kekesalan. “Hujan turun deras sekali,” ulangnya.

“Lantas?” Bintang nggak mengerti maksud ucapan Matahari.

“Kamu ini bodoh atau apa, sih?!” Intonasi suara Matahari naik.

Bintang diam, menatap Matahari dengan kedua mata yang sebenarnya sudah diayuni oleh rasa kantuk.

“Tunggu! Tunggu!” katanya kemudian. “Jadi gosip itu benar?”
 
“Gosip?” Sekarang giliran Matahari yang nggak mengerti dengan maksud ucapan Bintang.

“Iya. Apa kamu nggak tau kalo di sini sudah lama beredar gosip tentang kamu yang sedang jatuh cinta pada seorang manusia?”

Matahari menggeleng. Bintang menghela napas.

“Bintang-Bintang yang lain sudah tau kalo kamu sering menghabiskan waktu menatap seorang manusia.” Bintang menguap. Rasa kantuk sepertinya benar-benar menguasainya.

“Benarkah?” tanya Matahari.

Bintang mengangguk dengan kedua mata yang sudah terpejam. Matahari lantas terdiam.

“Benarkah?” tanya Bintang, tanpa membuka kedua matanya. Matahari mengiyakan.

“Iya. Aku memang jatuh cinta padanya. Dia seorang cewek yang benar-benar mempesona. Dia adalah satu-satunya alasan kenapa aku selalu bersemangat sewaktu Pagi memanggilku.” Matahari menghela napas. “Itulah sebabnya aku kesal. Hujan turun deras sekali. Awan bergulung tebal sekali. Mereka menghalangi penglihatanku. Aku jadi nggak bisa melihat rambut indahnya, senyum manisnya, wajah cantiknya …..” Matahari mulai menerawang.

Kedua mata Bintang terbuka lagi, tapi hanya setengah. Dia cuma ingin melihat wajah Matahari yang lagi kesal.

“Sesuatu adalah sesuatu.” Bintang memejamkan matanya lagi, nggak sanggup dia menahan kantuk. “Udah, ah! Aku mau tidur. Kalo nanti Malam dateng, aku sudah harus bersinar.” Bintang lantas tidur. Dia sudah benar-benar nggak bisa menahan kantuk.

Sesaat, Matahari melirik ke arah Bintang yang sudah mulai terlelap di sisinya. Dia menghela napas. Sesuatu adalah sesuatu? Apa coba maksudnya?! Dasar nggak jelas! Matahari mengomel dalam hati. Kenapa sih Hujan deras sekali? Kenapa sih Awan tebal sekali? Kenapa juga Hujan harus selama ini? Kapan Hujan akan reda? Matahari cuma bisa memikirkan pertanyaan-pertanyaan itu, nggak ada yang lain.

Penantian Matahari hampir berakhir. Hujan deras perlahan mereda. Awan tebal perlahan menipis. Dan, seperti biasanya, Matahari memberikan sedikit sinarnya sebagai ucapan sampai jumpa pada Hujan dalam wujud sebuah Pelangi, biarpun dengan sedikit kekesalan.

Lewat tirai gerimis dan jendela saputan Awan, Matahari bisa melihat ke bumi, ke sebuah jendela di sebuah rumah mungil. Sisa kekesalannya memudar waktu kedua matanya menemukan sesosok cewek berambut lurus sepinggang tengah duduk di dekat jendela, menatap ke arahnya dengan senyuman bahagia.

Fre, di dekat jendela kamarnya, langsung melompat dari kursinya waktu tahu hujan cuma tinggal gerimis dan sinar Matahari mulai nampak. Dia menatap ke arah Matahari yang ada di sebalik saputan awan.

“Matahari, aku sayang padamu! Terima kasih udah membuat hujan reda! Aku menyayangimu!” teriak Fre dengan kedua telapak tangan membentuk corong di depan mulut. Dia lantas berbalik dan nggak lama kemudian melangkah riang melintasi halaman rumahnya. “Oh iya. Makasih buat pelanginya juga!” Fre menatap ke arah Matahari buat sesaat, sebelum kemudian melangkahkan kakinya ringan, melakukan rencana yang sudah terlalu sering dia batalkan.

“Sesuatu adalah sesuatu,” gumam Matahari sambil tersenyum. Dia sekarang bahagia. Dia sekarang sudah memahami maksud ucapan Bintang. Sesuatu adalah sesuatu, segala sesuatu pasti ada maksudnya. Biarpun kadang sesuatu itu terasa menyebalkan, tapi pasti ada hikmahnya. Hujan deras dan Awan tebal memang menyebalkan. Tapi, waktu Hujan mereda, waktu Awan tak setebal sebelumnya, Matahari mendapatkan apa yang nggak bisa dia dapatkan waktu hari cerah. Matahari bisa saling melihat dengan orang yang dia cintai. Matahari bisa mendengar tawa bahagia orang yang dicintainya. Matahari bisa mendengar orang yang dicintainya bilang kalo dia menyayanginya. Biarpun semua itu cuma buat beberapa detik saja.

Tamat (Solo, 16 Maret 2006)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

No Name dan Cinderella XXX

Hidup dari Jendela Bus

Belum Adzan