Cokelat, Nikmat Sesaat

 
 
Cokelat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman dari biji kakao (Theobroma cacao). Untuk bisa dkonsumsi, biji tanaman ini harus mengalami proses yang panjang dan lumayan rumit; diambil, difermentasikan, dikeringkan, dipanggang, kemudian digiling. Namun, rumitnya proses pengolahan sepadan dengan manfaatnya. Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa cokelat memiliki kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan. Sebuah hasil penelitian membenarkan bahwa kandungan flavanol dalam cokelat dapat melindungi otak dari penyakit neurodegeneratif, atau setidaknya dapat mengurangi risikonya, seperti dipublikasikan dalam Journal of Cellular Biochemistry. Galleano (2009) dan American Academy of Neurology (2010) juga menyebutkan bahwa senyawa-senyawa aktif pada coklat dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit kardiovaskular yaitu dengan bekerja sebagai antioksidan, anti peradangan, meningkatkan HDL (kolesterol baik), menurunkan tekanan darah, dan memperbaiki fungsi pembuluh darah.
 
Cokelat memang memiliki segudang manfaat. Tapi tidak bagi semua orang, salah satunya saya. Bagi saya, cokelat adalah zat yang harus dihindari karena mungkin dapat membunuh saya melalui serangan anafilaktik. Yah, walalupun saya mengakui makanan satu ini amat sangat menggoda, membuat saya selalu ingin mencicip sedikit saja. Cokelat, si Pembawa Kenikmatan Sesaat.
 
Sejak hari pertama menjejakkan kaki di Ternate, tenggorokan dan mulut saya sudah diserang reaksi alergi. Rasanya luar biasa gatal bahkan sampai ke lidah. Untungnya saya tidak sampai mengalami penyempitan saluran pernapasan karena saya segera menelan tablet anti alergi langganan saya. Tapi sepertinya saya sudah agak terlambat minum obat karena sampai sekarang, dua minggu setelah kejadian, saya masih saja batuk. Serangan alergi saya sudah terlanjur menjelma menjadi radang tenggorokan dan saluran napas atas. Ah, memang payah saya ini, susah sekali menahan godaan, mudah sekali tergoda. Sudah tahu alergi cokelat, tetap saja makan cokelat.
 
Semuanya bermula dari keponakan saya yang terus menempel saya sewaktu saya pulang kemarin. Dia dengan lahapnya makan cokelat batangan yang dihiasi beberapa kacang mede. Di dua potong terakhir, dia tiba-tiba menyorongkan cokelatnya kepada saya.
 
Saya, yang memang sudah ngiler semenjak dia pertama kali merobek bungkus cokelat batangan itu, tanpa berpikir panjang menerima benda kotak itu. Saya dengan senang hati memasukkan dua kotak kecil cokelat itu ke dalam mulut dan menikmati bagaimana campuran rasa manis, pahit, gurih, dan pekat meleleh di dalam mulut saya. Setelah beberapa tahun tidak bersentuhan dengannya, saya benar-benar menikmati proses melelhnya makanan dewa itu. Waktu itu saya pikir tidak akan apa-apa karena kondisi badan saya sedang bagus, sudah lama sekali sejak saya terkena serangan alergi cokelat, dan jumlah cokelat yang akan saya makan itu masih terlalu sedikit untuk dapat menimbulkan tanda alergi pada saya. Dan betul saja, serangan alergi itu tidak serta merta datang. Saat menelan dua kotak kecil cokelat itu, saya tidak apa-apa, hanya merasakan sedikit rasa gatal di tenggorokan saya yang hilang setelah saya minum air. Tapi belakangan sewaktu kondisi saya sudah mulai drop karena kelelahan dan ditambah terkena AC pesawat selama enam jam, jadi maka jadilah alergi itu. Tenggorokan bahkan lidah saya rasanya luar biasa gatal dan saya tidak bisa berhenti batuk. Lebih parah lagi, tanda gejala sinusitis saya juga mulai muncul. Jadilah satu minggu kemarin saya di-knoeked out oleh cokelat. Setiap pulang kerja hanya bisa menjatuhkan diri di atas kasur karena wajah rasanya seperti korban pemukulan akibat sinusitis dan leher sakit sekali karena batuk yang tidak bisa berhenti.
 
Tapi, alhamdulillah sinusitis saya tidak terlalu lama menyerang. Awal minggu ini tanda dan gejala sinusitis sudah hampir tidak ada. Hanya tinggal batuk yang masih saja belum mau pergi. Biarlah. Dinikmati saja dulu. Saya juga tahu ini kesalahan saya sendiri. Sudah tahu alergi cokelat tetap saja makan cokelat. Tersiksa alergi yang dibikin sendiri. Biarlah. Yang penting pekerjaan saya selama dua minggu ini tidak ada yang terbengkalai.
 
Ah, memang ya manusia ini. Butuh kekuatan luar biasa untuk bisa bertahan dari godaan. Bertahun-tahun tidak makan cokelat karena sudah tahu efeknya terhadap tubuh saya langsung menjadi sia-sia hanya karena disodori dua potong kecil cokelat oleh ponakan saya. Saya jadi membayangkan bagaimana dengan orang-orang yang setiap hari disodori benda-benda haram? Uang sogokan misalnya. Mungkin pada awalnya bisa menahan diri. Tapi jika terus-menerus disodori, siapa yang bisa tahan? Apalagi jika orang-orang di sekitarnya adalah orang-orang yang dengan tangan terbuka menerima benda-benda haram itu. Jadi mungkin ada baiknya menghindari saja ya semua jenis godaan itu. Ikut saja pepatah Jawa “Ojo cedhak kebo gupak”, selektiflah dalam memilih teman dan lingkungan pergaulan karena sifat dan kebiasaan buruk itu menular.
 
Aduh, maaf jadi melantur. Yang jelas, semoga ke depannya saya lebih bisa menahan diri saja, tidak lagi mudah tergoda. :D
 
 
Sumber:
American Academy of Neurology (2010, February 12). Can chocolate lower your risk of stroke?. ScienceDaily. Retrieved March 17, 2010, from http://www.sciencedaily.com /releases/2010/02/100211163114.htm
Galleano M, Oteiza PI, Fraga CG. 2009. Cocoa, Chocolate, and Cardiovascular Disease. J Cardiovasc Pharmacol 54:483–490.
Kinanti, Ajeng Anastasia. 2013. Ini Dia Manfaat Sehat Cokelat: Mampu Mencegah Alzheimer dan Parkinson. http://health.detik.com. Tanggal Akses 23 Agustus 2013.
 
 
*Gambar diambil dari www.lulas.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil