Menjilbabi Hati Itu Nanti Saja Dulu

Islam? Iya. Saya terlahir beragama Islam. Tetapi, terlahir dalam keluarga yang terdiri dari beragam agama, saya tidak pernah memiliki motivasi diri untuk mempelajari ilmu agama lebih mendalam. Bagi saya, yang penting menjalankan sholat, itu sudah Islami. Berjilbab itu nanti saja kalo sudah tua dan bisa naik haji.  Apalagi semasa saya masih kecil sampai remaja, perempuan yang memakai jilbab di lingkungan saya masih bisa dihitung jari dan dianggap ‘nggak gaul’.
 
Sebenarnya, saya mulai memiliki keinginan untuk memakai jilbab ketika sama masuk SMA. Di sekolah saya, walaupun sebenarnya adalah sekolah negeri, nuansa Islamnya terasa sangat kental. Kegiatan-kegiatan keagamaan sangat didukung oleh pihak sekolah. Di sana saya bertemu teman-teman sebaya yang sudah berjilbab dengan benar. Hasil pertemanan itulah yang membuat saya mulai ingin berjilbab. Tetapi waktu itu keinginan saya hanya sekedar keinginan. Saya belum memiliki kemantapan hati. Saya merasa masih belum pantas memakai jilbab. Bagaimana mungkin orang yang mengaji saja tidak bisa kok mau berjilbab? Saya pikir, pasti akan memalukan sekali ketika saya sudah memakai jilbab, tetapi ketika ditanya tentang ilmu agama sama sekali tidak tahu. Makanya, saya menunda keinginan saya untuk berjilbab. Setiap kali teman bertanya kapan saya akan berjilbab, pasti saya hanya menjawab bahwa saya ingin menjilbabi hati dulu, memperbaiki diri dulu. It’s cliché, I know.
 
Proses menjilbabi hati yang selalu saya jadikan alasan itu, jika saya ingat-ingat lagi, sebenarnya hampir tidak pernah terjadi. Selama saya SMA, saya memang pernah berusaha belajar mengaji, tetapi putus di tengah jalan karena saya malas. Motivasi dari dalam diri saya amat sangat sedikit. Selama kelas satu SMA, seingat saya, saya malah sama sekali tidak berproses memperbaiki diri. Lebih banyak bersenang-senang, bahkan membolos setiap kali sekolah mengadakan kegiatan keagamaan.
 
Entah karena apa, pada bulan Ramadhan ketika saya tiga SMA, tiba-tiba saya kembali ingin berjilbab. Tidak ada yang menyuruh, tidak ada yang mengingatkan, tidak ada momen apapun yang khusus. Saya hanya tiba-tiba saja ingin berjilbab. Saya mulai belajar memakai jilbab di luar sekolah. Awalnya rasanya aneh juga dilihat semua orang. Tetapi saya tidak peduli. Biarlah dianggap aneh hanya berjilbab jika di luar sekolah. Saya kan memang sedang belajar. Dan alhamdulillah, begitu lulus SMA, saya benar-benar berjilbab. Belum sepenuhnya sempurna memang, tetapi saya berusaha tidak melepaskan lagi. Saya masih belajar sampai hari ini.
 
Mengapa saya akhirnya tidak bersembunyi lagi dibalik alasan ‘menjilbabi hati’ dan memilih berjilbab? Pertanyaan itu banyak ditanyakan oleh teman saya. Sepertinya beberapa orang cukup terkejut juga melihat perubahan saya. Ya, mengapa? Awalnya saya tidak tahu. Seperti yang sudah saya tulis sebelumnya. Awalnya saya hanya tidak lagi bisa menahan keinginan untuk berjilbab. Baru beberapa waktu setelah saya mulai berjilbab, saya menyadari bahwa saya mulai mendapatkan motivasi untuk memperbaiki diri. Saya semakin bersemangat belajar mengaji lagi dan belajar agama sedikit demi sedikit. Alasannya, karena saya sudah memakai jilbab. Hal yang ternyata justru berkebalikan dengan pola pikir saya dulu ketika melarikan diri dari kewajiban berjilbab.
 
Makanya sekarang saya merasa lucu setiap mendengar ada orang mengatakan belum mau mengenakan jilbab karena ingin menjilbabi hati dulu. Menurut saya, seluruh waktu di dunia ini tidak akan pernah cukup jika digunakan untuk menunggu waktu kita benar-benar bisa menjilbabi hati. Ada baiknya mulai dulu menjilbabi badan. Dengan berjilbab, kemungkinan besar kita bisa mendapatkan motivasi untuk menjilbabi hati, mendapatkan kontrol untuk dapat menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat agama. Iya, ada memang orang-orang yang sudah berjilbab dan tetap melakukan larangan agama. Bagi saya, dalam menyikapi hal seperti itu, saya lebih suka menggunakan pola pikir begini; “Dengan berjilbab saja, mereka melakukan itu. Bagaimana jika tidak berjilbab? Mungkin bisa lebih parah dari apa yang dilakukannya sekarang”. Ya, seperti itu saja. Seperti itu pula yang saya pikir tentang diri saya. J
 
Yah, mungkin karena setiap individu unik, saya tidak dapat memastikan bahwa apa yang terjadi pada saya bisa terjadi pada semua perempuan. Saya hanya ingin berbagi pengalaman saja, mungkin bisa dijadikan sebagai pendorong untuk berjilbab. Perbaiki diri, yuk! J
 
 
Gambar didapatkan dari votreesprit.wordpress.com 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil