The Gift

 
 
Sebelumnya saya ingin mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha bagi semua yang merayakan. Semoga di hari-hari berikutnya kita bisa menjadi umat yang lebih berserah, rela berkorban untuk agama, dan ikhlas. Taqobbalallahu minna wa minkum, taqabbal ya Kariim.. (Maaf agak terlambat :D )

Postingan kali ini khusus saya tulis sebagai permintaan maaf saya kepada salah satu teman yang saya rasa sudah tersinggung dengan ucapan dan tindakan saya. Postingan ini sekaligus juga sarana saya untuk menjelaskan alasan saya atas tindakan yang saya lakukan.

Kemarin siang, sewaktu sedang menghapusi beberapa pesan singkat lama yang ada di kotak masuk telpon genggam, saya menemukan percakapan pesan singkat dengan seorang teman yang membuat saya tersenyum miris. Itu adalah percakapan terakhir yang saya lakukan dengannya bulan lalu ketika dia akan berangkat bekerja. Teman saya ini bekerja di sebuah kapal pesiar yang tahun ini berangkat berlayar ke LA. Hari itu ketika dia akan berangkat, dia menghubungi saya, berpamitan. Di salah satu pesan singkat dia menanyakan; Kamu mau oleh2 apa?  yang saya jawab dengan; Makasih. Aku nggak pengen apa-apa. Sampai di sini, saya merasa tidak ada permasalahan dalam komunikasi ini. Tapi pada balasan pesan singkat yang kemudian dia kirimkan, saya mulai merasa tidak enak. Dia menulis; Baru mau ngasih hadiah aja udah ditolak.

Oke. Mungkin tidak ada yang salah dengan itu. Tapi bagi saya, ini salah sekali. Saya membaca nada kekecewaan pada pesan yang begitu saya balas, tidak lagi dia balas. Sepertinya dia kecewa dengan penolakan saya. Makanya, melalui postingan ini saya ingin mengatakan padanya, saya minta maaf. Saya benar-benar minta maaf telah mengecewakannya. Saya tidak pernah bermaksud mengecewakannya. Saya harap dia bisa mengerti bahwa sebenarnya pertanyaan yang dia ajukan itu adalah salah satu pertanyaan yang sangat sulit buat saya.

Kamu minta dibeliin apa? Kamu mau oleh-oleh apa? Pertanyaan-pertanyaan itu sepertinya adalah pertanyaan yang amat sangat mudah untuk dijawab dan umum ditanyakan orang. Bahkan mungkin bagi sebagian orang, ini adalah pertanyaan serupa angin segar, bisa meminta apapun yang diinginkan. Lain bagi saya. Bagi saya, pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan super sulit untuk dijawab karena saya tidak dibiasakan untuk meminta. Sedari kecil, orang tua saya selalu mengajarkan untuk tidak meminta dan untuk tidak dengan mudah menerima pemberian orang.

Waktu SD, pernah ada anak baru di kelas saya, anak orang kaya. Dia menawarkan kepada teman-teman sekelas saya, katanya mau membelikan mainan untuk kami semua yang memintanya. Waktu itu teman-teman sekelas saya banyak yang ribut meminta mainan ini-itu padanya. Sebagai anak-anak, saya tentunya juga ingin meminta dibelikan mainan. Tapi ketika saya cerita kepada ibuk, yang saya dapatkan adalah larangan. Ibuk melarang saya meminta apapun kepada teman saya itu. Saya menurut, walaupun di dalam hati saya tentunya merasa kecewa, kekecewaan yang tidak berlangsung lama. Tidak sampai hitungan caturwulan, di kelas saya diadakan sidang. Katanya ada laporan pemerasan. Katanya orang tua teman saya yang membagi-bagikan hadiah itu tidak terima karena anaknya dipalak oleh teman-teman sekelasnya untuk membelikan mainan. Di situ, saya menghembuskan napas lega. Ibuk ternyata benar ketika melarang saya meminta karena ternyata permintaan saya itu mungkin akan disalahartikan oleh beberapa orang.

Makanya, sampai sekarang-pun, saya terbiasa untuk tidak meminta benda. Sikap yang mungkin dianggap aneh oleh beberapa orang dekat saya. Karena sebenarnya kejadian pengecewaan saya melalui pesan singkat yang saya ceritakan di atas itu bukan kejadian pertama. Sebelumnya sudah ada juga teman dekat yang sampai bertanya langsung ke saya, “Kamu mau dibeliin apa? Bilang aja, nanti aku belikan” yang pastinya saya jawab dengan, “Nggak usah. Makasih”. Bukan, saya bukannya suudzon. Saya hanya membentengi diri saja. Ketika saya mengiyakan pertanyaannya dan meminta barang kemudian saya terbiasa, saya rasa saya tidak akan mampu menanggung beban perasaan yang mengikutinya. Bagi saya, ketika saya meminta sesuatu, itu adalah hutang yang suatu hari nanti harus saya bayar. Hutang itu bagi saya adalah beban. Dan bagi saya, beban yang bisa dikurangi atau dicegah sebaiknya dikurangi saja.

Jadi, maaf, Teman. Saya tidak bermaksud mengecewakan. Saya harap kamu mengerti sikap saya. J

Tapi jangan salah. Saya bisa juga menerima hadiah dengan syarat; jangan tanyakan kepada saya apa yang saya mau dan harus ada alasan yang jelas tentang pemberian hadiah itu. Silakan memberi saya hadiah, kado, oleh-oleh, apapun itu asal jelas tujuannya. Kado ulang tahun tidak pernah saya tolak. Hadiah kelulusan saya juga tidak pernah tolak. Oleh-oleh dari bepergian yang diberikan tanpa ditanyakan sebelumnya, yang bertujuan untuk mempererat silaturahmi juga saya terima. Saya rasa semua manusia suka diberi hadiah. Apapun hadiahnya akan saya terima. Yah, walaupun sebenarnya saya lebih menyukai hadiah yang tidak bersifat materi. Bagi saya, jauh lebih menyenangkan menerima kiriman foto bergambar Langit Senja daripada kiriman bunga. Saya lebih suka diberi hadiah perjalanan ke pantai daripada dibelikan tas bermerk dan berharga mahal. Saya jauh lebih suka ditemani duduk bersama, bercerita tentang apa saja atau hanya duduk diam membaca buku sambil mendengarkan musik atau menonton film, daripada dibelikan sepatu berharga mahal. Satu-satunya barang yang tidak akan saya tolak adalah buku. Apapun genrenya, seberapa tebalpun, jika itu adalah buku, maka saya akan terima. Sentimentil ya? Yah, namanya juga perempuan. J

Perempuan. Sebenarnya kalo dipikir-pikir lagi, jadi perempuan itu susah juga. Untuk masalah ini sajalah misalnya; hadiah. Sewaktu ada laki-laki menawarkan kepada seorang perempuan, “Mau minta hadiah apa?”, kalo dijawab tidak ingin apa-apa, perempuan sering dibilang jual mahal. Tapi, kalo perempuan itu akhirnya menyanggupi, meminta apa yang dia inginkan, dan akhirnya menjadi kebiasaan, dia akan dibilang matre. Hah, susah memang. Tapi kalo saya pribadi sih lebih memilih dibilang jual mahal daripada matre. Bebannya lebih ringan. Beban badan saya saja sudah berat, untuk apa menambahi beban lagi. Iya, tidak? :p

Sebagai penutup, saya ingin kembali ke tujuan awal postingan ini. Saya minta maaf kepada semua pihak yang pernah saya tolak pemberiaannya atau tawarannya. Semoga setelah membaca ini, kamu bisa mengerti alasan saya, ya? Maaf, teman. Selamat berlayar! J

Komentar

Ali Sadikin mengatakan…
nice blog..... :)
Langit Senja mengatakan…
makasih, ma ali.. lama e ga ktmu.. :)

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil