Menuliskan Dusta



hollykays.com




“Aku kemarin membaca buku, bagus, dan semalaman aku kepikiran terus,” katanya sewaktu aku sedang berusaha merapikan tumpukan berkas di antara waktu jeda mengurusi laporan kegiatan.

“Tentang apa?” tanyaku sambil lalu, sambil memilah-milah berkas, hanya sesekali menoleh pada laki-laki yang mejanya ada di seberang meja kerjaku, terpisah oleh udara beberapa depa.

“Tentang sudah sesuaikan gaji yang kita terima ini dengan pekerjaan yang kita lakukan.”

Awalnya aku berpikir bahwa obrolan ini hanyalah lanjutan dari obrolan kami tentang rejeki. Beberapa hari sebelumnya kami memang mengobrolkan tentang persepsi kami mengenai rejeki. Tapi ternyata aku salah. Ternyata dia tidak sedang membahas itu.

“Sekarang, coba kita hitung-hitung ulang. Menurutmu, gaji yang kamu terima setiap bulan itu sudah sesuai belum dengan pekerjaan yang kamu lakukan?”

“Caranya tahu atau tidak bagaimana?” tanyaku bingung.

“Ya coba saja kamu buat daftar pekerjaan apa saja yang sudah kamu lakukan setiap hari, coba dikalkulasi, kira-kira, untuk setiap pekerjaan itu berapa kamu seharusnya dibayar. Terus, coba ditotal semuanya untuk sebulan.”

Aku langsung mengangkat bahu. “Tidak tahu, Kak. Aku tidak pandai mengira-ngira,” sahutku cepat.

Aku memang tidak bisa melakukan perkiraan. Lagipula, hari itu pikiranku juga sedang terbagi-bagi antara menyelesaikan laporan kegiatan dan mempersiapkan presentasi besok pagi. Dan memang dasarnya aku ini juga bukan manusia multi tasking. Jadi aku tidak terlalu bisa menanggapi pertanyaannya.

“Ya, kalo ada waktu, coba dihitung-hitung, dikira-kira,” katanya. “Kan kamu bikin laporan kinerja setiap hari.”

Lantas ada jeda hening di antara kami. Aku kembali larut dalam pekerjaanku, dan dia dengan pekerjaannya. Tapi tidak di dalam kepalaku. Kepalaku mendadak dipenuhi suara-suara yang bertanya tentang sudahkah aku melaksanakan kewajiban dengan baik, sudahkah pekerjaan yang aku lakukan sesuai dengan apa yang aku terima setiap bulannya? Sudahkah laporan kinerjaku benar-benar sesuai dengan apa yang telah aku kerjakan?

“Kata orang, pada dasarnya kita semua ini adalah seorang penulis. Setiap hari kita menulis, sama seperti kita menulis dalam laporan kinerja. Bedanya, catatan ini lebih detail. Di dalam catatan ini tertulis semua yang kita kerjakan di setiap detik, di setiap hembusan napas kita,” katanya setelah jeda yang lumayan lama. “Jadi ketika sebenarnya kamu tidak hadir di rapat kemudian kamu menandatangani daftar hadir rapat, itu akan tercatat di sana. Ketika kamu mengisi daftar pemberian materi mengajar padahal bukan kamu yang mengajar, atau lebih parahnya kamu sama sekali tidak hadir mengajar, semua itu juga akan tercatat di sana.

Dia tersenyum sewaktu aku menoleh padanya. Sebelah tangannya menurunkan layar laptop yang semenjak tadi menutupi wajahnya. Laki-laki itu kemudian berdiri, bersamaan terdengar suara adzan Dhuhur dari Mushala.

“Dipikirkan lagi. Laporanmu, tulisanmu itu. Apakah benar kamu melaksanakan semua pekerjaan yang kamu tuliskan dan laporkan di sana? Ataukah selama ini kamu hanya menuliskan kebohongan, mencatat dusta? Karena pada akhirnya nanti semuanya akan benar-benar dipertanyakan, akan dituntut pertanggungjawaban, dan akan dipertanyakan oleh sang Maha Adil,” katanya. “Dan pada akhirnya nanti, yang akan bisa kita andalkan adalah diri kita sendiri.” Lagi-lagi dia tersenyum, sebelum kemudian berjalan meninggalkanku.




etsy.com




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil