Sewajarnya Saja

www.dailymail.co.uk



Tentang cerita seorang laki-laki pemberani yang telah menghadang konvoi
dan dunia di sekitarnya yang begitu gemar berkomentar.



Kata Ibuk, "Sewajarnya saja. Segalanya, cukup sewajarnya saja."

Mencintai? Sewajarnya saja. Karena suatu hari bisa jadi kita akan membenci.

Membenci? Sewajarnya saja. Karena kita tak tahu, mungkin nanti kita justru ganti mencintai.

Rasa bangga? Sewajarnya saja. Pengalaman mengajarkan bahwa mereka yang sekarang mengelu-elukan, tak akan perlu waktu lama untuk meninggalkan.

"Memang keren! Berani menghentikan konvoi!" atau "Pemberani! Hebat sekali!"

Percayalah. Mereka hanya berani menuliskannya di sosial media. Hanya sesaat saja. Jika nanti ada apa-apa, entah mereka menghilang ke mana.

Tapi sama saja dengan para pembenci. "Ini ada konvoi lagi, kampanye partai yang melanggar peraturan, ribut sekali. Coba hentikan kalau berani!" tulisnya, membuatku geli. Mengapa menantang orang lain, mengapa bukan kau yang lakukan sendiri? Itu pun jika kau memang peduli, jika kau memang berani.

Sudahlah, sewajarnya saja. Tak perlu berlebihan menanggapi segalanya. Sewajarnya saja. Toh, kita juga tak berusaha melakukan apa-apa selain melemparkan kata, tak melakukan satu aksi nyata.


 Ternate, 17 Agustus 2015




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil