Jatuh Cinta



www.pinterest.com




“Kamu kenapa, sih?” tanyaku seraya menjatuhkan diri di sisinya, sahabatku.

“Kamu pernah jatuh cinta?” Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah balik bertanya.

“Jadi, ceritanya tuh kamu lagi jatuh cinta gitu?”

Lagi-lagi dia tersenyum.

“Dari mana kamu tahu kalau kamu sedang jatuh cinta? Jangan terlalu yakin dulu.”

“Rasanya lucu,” katanya. “Aneh.”

Aku menautkan alis. “Aneh? Aneh apanya? Kayak ada kupu-kupu berterbangan di dalam perutmu gitu?”

Dia menggeleng. “Jauh lebih aneh dari itu, lebih hebat dari itu.”

“Apa?”

“Rasanya, tiba-tiba seluruh dunia ini tidak ada, hanya ada dia. Rasanya tidak ada lagi yang lebih penting lagi daripada dia, tidak ada yang lebih hebat dari dia. Setiap kata darinya, adalah ilmu. Setiap hal tentangnya selalu menyenangkan, selalu menenangkan.” Senyuman tidak pernah pergi dari wajahnya ketika dia mengatakan semua itu. “Apa pun yang terjadi, dia yang paling hebat, tak ada yang lain lagi.”

“Heh, mencintai tidak bisa membabi buta seperti itu!” kataku.

“Mengapa tidak?”

“Ya tentu saja tidak boleh. Nanti kamu tak akan lagi bisa melihat kekurangannya, nanti yang akan bisa kamu lihat hanya kelebihannya saja.”

“Ya memang tidak ada kekurangannya. Buatku dia sudah paling sempurna. Sudah cukup bagiku.”

“Kamu itu bisa seterpukau itu padanya, memangnya pernah kamu bertemu dengannya?” tanyaku.

“Bisa dibilang seperti itu.”

Alisku kembali bertaut, tak terlalu paham dengan jawaban yang dia berikan. “Maksudmu, kamu belum pernah bertemu dengannya?”

“Tidak juga.”

“Memangnya seganteng apa sih dia?”

Dia mengangkat bahu. “Apa itu perlu?”

“Kalau dia memang tidak ganteng, pasti dia orang kaya?”

Dia menggeleng.

“Mapan? Berpendidikan? Berpangkat?” Semua pertanyaanku dijawabnya dengan gelengan kepala.

“Lalu apa yang membuatmu jatuh cinta padanya?” tanyaku heran.

“Apa pun tentangnya, apa adanya dia.”

“Sedangkan seperti apa rupanya saja, kamu tak tahu. Bagaimana bisa kamu bilang kamu jatuh cinta padanya?” Aku mencibir.

“Jika hanya rupa yang membuatmu jatuh cinta, bagaimana kamu akan bisa jatuh cinta pada Tuhan yang tak berupa?” tanyanya balik.

Aku tercenung.

“Ada banyak hal, banyak sekali hal yang lebih pantas dijadikan alasan untuk jatuh cinta daripada sekedar rupa,” katanya. Aku tak lagi membalas kata-katanya. “Yah walaupun sebenarnya, buatku, jatuh cinta itu tak butuh alasan. Hati tak pernah butuh alasan. Tapi, kita ini diciptakan berakal, jadi, untuk hal sepenting itu tentunya tak boleh sembarangan. Katamu, tak boleh membabi buta. Iya?”

Kepalaku terangguk pelan.

“Jadi, aku juga tak ingin membabi buta. Aku telah membiarkan hatiku jatuh padanya, setelah aku mengenalnya, tapi bukan tanpa alasan.”

“Lalu, apa alasanmu hingga sebegitu terpukaunya kamu padanya?” tanyaku.

“Karena setiap apa yang dia berikan padaku, membuatku lebih dekat pada tuhanku,” katanya.

“Memangnya, pada siapa sih kamu jatuh cinta?”

Dia tersenyum. “Rasulku. Muhammad-ku.”


 #JatuhCinta
Ternate, 22 September 2015 7:14 PM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil