LGBT dan Isi Kepala Saya

Isu tentang LGBT memang sedang ramai sekali dibicarakan dan yang membuat saya sedikit kesal, yang membicarakan ini kebanyakan justru orang-orang yang sebenarnya tidak paham dan tidak menjadi bagian darinya. Jika saya ditanya apakah saya paham dan terlibat, ya, saya memang tidak paham dan tidak terlibat. Tapi saya memilih untuk diam dan tidak memerangi. Karena bagaimana pun, mereka juga manusia yang patut untuk dimanusiakan. Karena, menurut saya, cara menasehati bukan seperti itu.

Tentang LGBT, secara pribadi saya memang tidak mendukung. Saya bukan pendukung LGBT. Saya tahu bahwa itu tidak sesuai dengan agama. Tapi saya juga tahu bahwa yang namanya orientasi seksual, masalah gender, dan masalah perasaan, adalah sesuatu yang tidak bisa dipaksa oleh orang lain. Tetap saja, ketika sudah jelas di agama dilarang, pastinya ada yang tidak baik dengan itu. Jika di dalam sejarah sudah diceritakan bagaimana kaum sodom itu diazab karena melakukan hal itu, sudah pasti itu salah. Saya percaya bahwa apa pun yang dilarang oleh agama adalah segala sesuatu yang akan membawa dampak buruk jika dilanggar. Tapi (lagi), kembali lagi. Mereka juga manusia yang punya perasaan. Pastinya ada cara yang lebih baik untuk memberitahu mereka jika apa yang mereka lakukan itu salah. Pastinya ada cara yang lebih manusiawi, bukan dengan membanding-bandingkannya dengan binatang. Bukan dengan meng-'anjing'-kan mereka. Bukan dengan menyudutkan dan menyalahkan mereka. Tapi dengan mengulurkan tangan, membantu.

Kasus ini sebenarnya sama saja dengan kejadian pada kasus lain. Kebiasaan masyarakat kita yang hanya bisa menyalahkan tanpa berusaha membantu. Hanya berkomentar, tapi tak pernah mau turun tangan untuk memberikan solusi. Sama dengan kasus yang saya temui di tempat kerja: ketika ada mahasiswa yang terlambat wisuda karena ada mata kuliah yang belum selesai, tanpa memandang latar belakang akademis di semester-semester sebelumnya, setiap kali mereka datang, yang terjadi adalah mereka dimarahi lalu diminta untuk mengundurkan diri saja jika memang sudah tidak ingin melanjutkan kuliah. Pun dengan apa yang terjadi pada saya sendiri ketika kuliah dulu, ketika saya terlambat menyelesaikan skripsi. Tidak ada satu pun orang yang bertanya kepada saya apa yang bisa dibantu? Semuanya hanya bertanya, "kapan selesai?", "Kapan wisuda?", "Kok bisa belum selesai?" atau jika tidak bertanya, hanya menghakimi, "Kamu pasti begitu..", "Kamu pasti begitu...", "Makanya, kamu itu jangan begini...".

Ah yah, sudahlah. Sepertinya memang masyarakat kita sudah selalu seperti itu. Tidak usah bermimpi hidup di dunia yang sempurna jika tidak mau memulainya dari sendiri. iya, kan? Jadi saya akan mulai dari diri saya sendiri dulu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil