Tak Adil

sumber: @duniajilbab



Helaan napasnya terdengar jelas. Laki-laki yang duduk memunggungiku itu. Sudah hampir satu jam dia duduk di pojok warung kopiku, di meja yang dekat dengan jendela. Kedua matanya lebih sering memandangi luar jendela sana. Entah apa. Dan ini juga bukan pertama kalinya aku menemukannya seperti itu.

Dia menghela napas lagi. Aku yang sudah selesai membersihkan meja di belakangnya sudah hampir melangkah mendatangi sewaktu laki-laki berkacamata yang duduk di meja sebelahnya menoleh.

"Hari yang berat?" tanyanya sembari mengangkat cangkir kopinya lalu menyesap isinya. Dia mengembangkan senyuman sewaktu laki-laki di dekat jendela itu menoleh padanya.

"Hidup," jawabnya.

Laki-laki berkacamata itu menaikkan alisnya. Aku tidak. Aku paham. Hidupku juga tak terasa ringan. Selalu penuh perjuangan. Ya, hidup memang berat.

"Tuhan itu tak adil." Laki-laki itu menghela napas lagi. Seolah berharap dengan melakukan itu, semua beban yang ada di dalam dadanya akan bisa dia keluarkan dan dadanya terasa lega.

"Subhanallah..." Laki-laki berkacamata itu lantas berdiri setelah mengucapkan satu kata itu. Dia mendatangi teman barunya, lalu duduk di hadapannya.

"Bolehkah saya tahu apa masalahmu?" tanyanya begitu duduk.

"Hidupku sulit sekali. Seberapa keras pun aku bekerja, hartaku tak pernah bertambah. Setengah mati aku berusaha menjaga agar hanya yang halal yang memasuki darahku. Aku tak pernah melakukan kejahatan. Tetap saja pendapatanku hanya segitu saja. Tapi di luar sana itu banyak sekali manusia yang tak perlu bekerja tapi harta mereka banyak. Rejeki mereka terus mengalir. Padahal sumbernya tak jelas kehalalannya. Padahal mereka berbuat dzalim pada sesamanya. Tapi itu... rejeki mereka terus saja mengalir. Apa namanya jika tak adil?"

"Mashaa Allah..." Laki-laki berkaca mata itu tersenyum kemudian. "Bersyukurlah, Kawan. Bersyukurlah. Karena setiap harta yang Alloh titipkan pada kita, akan dimintai pertanggungjawaban ketika kita mati kelak. Bersyukurlah. Karena harta yang Alloh titipkan hanya sedikit. Jadi nanti ketika tiba waktumu, hanya sedikit saja yang harus kau pertanggungjawabkan."

Laki-laki yang kerap menghela napas tadi itu mengangkat wajahnya.

"Bersyukurlah, Kawan," kata si laki-laki berkacamata, masih dengan senyuman menghiasi wajahnya. "Karena kita ini belum tentu sanggup mempertanggungjawabkan apa yang sekarang kita punya. Aku sendiri tak bisa membayangkan bagaimana jika aku dititipi harta sebanyak itu. Tak sanggup membayangkan adakah aku akan mampu mempertanggungjawabkan harta sebanyak itu." Laki-laki itu berdiri, menepuk bahu teman barunya. "Bersyukurlah," katanya sebelum tiba-tiba, di depan mataku, dia menghilang.

---------------------------------------------------

Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)”  (QS. At Takatsur: 8).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil