Candu

Image source: pinterest


"Jangan," katamu. "Berhenti di sini."

"Aku bahkan belum memulai."

"Aku tahu. Maka, berhenti di sini, kataku."

"Mengapa?"

"Karena rasa itu semanis madu. Kau tak mungkin tak akan menyukainya. Tapi rasa itu juga candu. Kau tak mungkin mudah melepaskan diri darinya. Padahal akan ada balasan pedih jika dipaksakan."

"Tak apa. Aku rela asal..."

"Aku tak rela."

"Mengapa?"

"Karena aku merasakan yang sama."

"Lantas?" Aku bertanya heran.

"Sekarang belum saatnya. Nanti. Jika Tuhan kita mengijinkan, akan ada saatnya kita diperbolehkan mencecap rasa yang sebenarnya, yang tetap semanis madu rasanya, tapi tak perlu kita takut tentang balasannya."

"Kapan?"

"Jika Tuhan kita mengijinkan, aku ingin secepatnya. Nanti aku datang dan memgucap qobul atas namamu secepatnya. Kau mau menantiku bukan?"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil