Ternyata Salah

Image source: blogs.discovermagazine.com


"Pake headset tuh nggak kayak gitu caranya," komentarku.

Kamu menelengkan kepala, urung memasang penyumpal kuping yang sudah ada di tangan.

"Emangnya gimana harusnya?" tanyamu.

"Harusnya lewat atas. Jadi dilingkarin di belakang kuping gitu, biar ga gampang lepas."

Aku mengambil milikku lalu memakainya dengan cara yang sudah kubaca di internet, memberikan contoh padamu.

"Gini," kataku.

"Ilmu dari mana itu?" tanyamu.

"Ada di internet. Nggak cuman masalah ino, kok. Ternyata kita tuh selama ini melakukan beberapa hal dengan cara yang salah. Misalnya make bantal leher itu, ternyata harusnya dari depan, bukan dari belakang. Terus.... Bla.. Bla.. Bla.." Aku melanjutkan ceritaku panjang lebar.

Kamu diam memperhatikanku, tak mengatakan apa-apa. Sesekali kepalamu terangguk-angguk paham.

"Gituuu," kataku mengakhiri ocehan malam ini.

Kamu tersenyum, menganggukkan kepala beberapa kali.

"Kalo aku pakenya tetep kayak biasanya dan nggak kayak cara yang kamu bilang tadi, hal berbahaya apa yang mungkin terjadi?" tanyamu.

"Yaaa nggak ada sih. Paling jadi gampang lepas itu sumpal kupingmu."

"Nggak kena hukuman, kan?"

Aku menggeleng.

"Nggak kena dosa juga?"

Aku mengangguk.

"Jadi aku masangnya kayak biasanya aja nggak papa kan ya?"

Aku mengangguk lagi. Kamu juga, beberapa kali menganggukkan kepala dan tersenyum.

"Kita ini memang aneh ya?" katamu kemudian.

"Aneh bagaimana?" Aku tak paham.

"Kalo untuk urusan receh dunia kayak gini aja, sekali baca langsung deh diikuti. Aku udah ketemu berapa orang aja yang make headset dengan cara sesuai tuntunan internet itu, seperti yang baru saja kamu bilang itu. Terus kalo udah nerapin, ngeliat orang lain memakai cara lain, cara yang berbeda, cara lama, langsung deh menasehati mereka."

Aku tak menyahut. Entah mengapa aku merasa obrolan ini akan menjadi berat.

"Tapi, kalo buat urusan agama kok nggak kayak gitu ya? Diajak sholat tepat waktu, nanti nanti. Adaaaaa aja alasannya. Padahal Alloh itu cinta sekali sama orang yang sholat tepat waktu. Padahal orang yang melalaikan shalat, yang menunda-nundanya itu termasuk orang yang celaka."

Nah, apa kubilang. Obrolan ini menjadi berat.

"Maka celakalah orang yang sholat, yaitu orang-orang yang lalai dalam sholatnya. Al Ma'un ayat empat dan lima. Kita tahu ayatnya, tahu dasar hukumnya, kita mungkin membacanya setiap hari, kita tahu ancamannya. Tapi tetaaaap saja nggak dilaksanakan. Padahal jelas loh. Dan itu baru satu."

Aku menghela napas. Kamu tersenyum lalu berdiri dan mengacak puncak kepalaku.

"Sudah malem. Ayo buruan diberesin kerjaannya, biar kita bisa cepet pulang," katamu seraya melangkah ke dapur kedai kopi kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil