Sudahkah Kau Minta Kebaikannya Dalam Doa?

photo source: corkcoffeeweekend.wordpress.com/



Aku mengamati kelima lelaki yang duduk di meja ujung. Semenjak datang bersama tadi, mereka terlihat begitu akrab, bersenda gurau. Tapi dari pembahasan mereka tentang masa lalu, aku yakin mereka ini sudah lama tak saling bertemu. Teman masa lalu.

"Jadi, kapan kau mau kawin?" tanya salah satu dari mereka. Seorang laki-laki bertubuh gempal, satu-satunya yang bertubuh gempal, seraya menepuk-nepuk bahu temannya yang berbadan kurus, berambut cepak, dan berkacamata.

Lelaki yang ditanya itu hanya tersenyum, tak menjawab.

"Ingat, umurmu sudah tak muda lagi. Mau nunggu apa lagi sih emangnya?" tanya lelaki bertubuh gempal itu lagi.

Lagi-lagi lelaki yang ditanya itu hanya tersenyum, tak menjawab.

"Teman-temanmu ini anaknya udah besar-besar, loh. Sudah ada yang mulai sekolah. Kamu kapan mau bikin anak?" tanya lelaki yang lain sebelum kemudian tertawa. Kedua matanya yang sipit berubah serupa garis ketika dia tertawa.

Lalu mereka tertawa. Kecuali lelaki berbadan kurus, berambut cepak, dan berkaca mata itu. Dia hanya tersenyum, terlihat tak nyaman. Mungkin ini bukan pertama kalinya dia ditanya tentang hal itu. Tak lama dia berdiri lalu melangkah melewatiku menuju kamar mandi.

"Kau jangan seperti itu." Suaramu terdengar lirih di telingaku.

Aku menoleh dan menemukan senyumanmu tepat di depan wajahku. Sebelah tanganmu kemudian bergerak mengacak puncak kepalaku dengan sayang seperti biasa.

"Menanyakan hal-hal seperti itu berulang pada seseorang, terutama pada hal-hal yang berhubungan dengan takdir... Jangan." Kau menambahkan. "Menikah itu urusan jodoh. Ya memang jodoh itu rejeki, harus dijemput, diikhtiyarkan. Tapi masalah waktu itu bukan kita yang atur."

Kamu menyandarkan pinggul di meja, berdiri menghadapku. Volume suaramu masih saja kamu tekan, masih tak ingin orang lain mendengar.

"Kita tidak tahu orang lain sudah mengusahakan apa. Bisa jadi sebenarnya mereka sedang mengusahakannya, sedang mengikhtiyarkan jodohnya. Atau malah sebenarnya dia sudah berusaha tapi memang waktunya belum pas, memang belum diberikan jalan sama Dia yang di atas sana. Banyak kan cerita tentang bagaimana orang-orang yang sudah lamaran, sudah hampir menikah, eh karena sesuatu lantas tak jadi, lantas gagal."

"Kau menyindirku?" tanyaku dengan wajah jutek.

Kamu tertawa pelan. "Bukan bermaksud begitu. Tapi memang ada, kan?"

"He eh," jawabku sekenanya.

"Makanya. Tak perlu lah menanyakan hal itu terus-menerus...."

"Joon, kenapa diam saja dari tadi?" Suara itu cukup keras hingga membuatmu urung menyelesaikan kata-kata.

Laki-laki bertubuh gempal yang ada di sana itu menepuk-nepuk bahu teman yang ada di sisi kanannya. Seorang laki-laki berperawakan kurus dengan jenggot di dagunya.

"Memangnya aku harus mengatakan apa?" tanyanya.

"Apalah.. Kau nasehatilah temanmu itu biar cepat kawin dia, keburu jadi perjaka tua nantinya," jawab si lelaki bertubuh gempal.

"Memangnya kau ini tak capai kah mempertanyakan hal yang sama setiap kali kita berkumpul seperti ini. Cukuplah. Tak ada gunanya juga kutanya dia hal yang sama dengan apa yang kau tanyakan. Jodoh itu rahasia yang di atas sana."

"Ya tapi kan dia itu perlu dorongan. Kau tau kan dia itu seperti apa?"

"Yang kau lakukan itu bukan memberinya dorongan. Dorongan itu tak menghakimi. Dorongan itu membesarkan hati, bukan malah mengkerdilkan seperti tadi. Lagipula, memangnya sudah kau doakan teman kita itu? Pernah kau sebut dia dalam doamu, kau mintakan agar dia segera dipersatukan dengan jodohnya?"

Lelaki bertubuh gempal itu memutar bola matanya dan mendecak. "Ah, tak asik sekali kamu ini sekarang. Sejak kau kenal ustadz-ustadz itu, jadi tak seru lagi berteman denganmu."

Ah, sudah. Aku tak mau lagi mendengar mereka. Jadi aku menegakkan tubuh dan bersiap melangkah ke dapur.

"Dek!" panggilmu, menghentikan langkahku.

"Apa?" tanyaku.

"Jadi kapan kamu mau kawin?" tanyamu dengan senyumam usil.

Aku memutar mata lalu dengan cepat melangkah menjauh darimu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil