Audit Mutu

"Apa pekerjaanmu?"

"Pegawai."

"Pegawai di mana?"

"Di kantor pemerintah."

"Berapa gajimu sebulan?"

"Tiga juta rupiah."

"Masih dapat tunjangan lainnya?"

"Masih. Tunjangan kinerja."

"Berapa?"

"Tiga juga juga."

"Sesuai tidak pendapatan dengan pekerjaanmu?"

"Tidak."

"Tak sesuai bagaimana?"

"Harga-harga kebutuhan pokok itu mahal. Belum lagi aku harus menafkahi anak dan istri. Lalu aku membayar cicilan rumah. Aku juga harus membayar cicilan mobil dan tiga buah sepeda motor. Tak cukup pendapatanku untuk hidup sebulan."

"Sesuai tidak pendapatan dengan pekerjaanmu?"

"Tidak. Bukankah sudah kujawab sebelumnya?"

"Sesuai tidak pendapatan dengan pekerjaanmu?"

"Apa maksudnya ini? Bukannya aku sudah menjawab pertanyaan itu?"

"Baiklah. Kuberitahu padamu tentang catatanku. Pendapatanmu tak sesuai dengan pekerjaanmu. Pendapatanmu jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerjaanmu. Kau digaji untuk bekerja mulai pukul tujuh hingga pukul dua siang setiap hari. Tapi kau datang pukul sembilan. Ya, aku tahu kamu datang untuk mengisi daftar hadir di pukul tujuh. Tapi setelah itu kau pergi entah ke mana sesuka hati. Lalu sampai di kantor kau hanya duduk-duduk mengobrol dengan kawanmu. Atau jika tidak, kau bermain ponsel. Atau jika tidak, kau menonton video-video tak bermanfaat di youtube dengan menggunakan fasilitas negara. Lalu berkas-berkas laporan kinerjamu, banyak sekali kecurangan di sana. Kau ubah laporan keuangan demi kepentingan pribadi dan golongan. Kau laporkan yang tak kau kerjakan. Yang penting ada laporan."

"Ah, kata siapa? Bohong itu!"

"Catatanku lengkap. Saksi mataku jujur. CCTV ku ada di mana-mana. Apa kau mau kuputarkan rekamannya agar kau sadar di sini kau tak bisa menipu lagi?"

"......."

"Nah. Kesalahannya jelas. Kau. Kau masuk di pintu sebelah kiri!"

Aku kemudian terbangun dengan keringat bercucuran. Sial. Mimpi ini terasa nyata sekali.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil