Lampu Hias



"Mas.. mas. Lihat itu, deh!" Aku mencolek lenganmu, membuatmu yang sedang menikmati semangkuk wedang ronde segera menoleh ke arah yang kutunjuk.

"Apa?" tanyamu.

"Lihat bapak itu.. Jenggotnya sampai kayak gitu banget ya? Hahaha.. Lucu.."

"Apanya yang lucu?" tanyamu.

"Ya lucu aja. Jenggotnya sampe kayak gitu gondrongnya, sampe keluar-keluar gitu dari helmnya."

Kamu tak lagi menanggapi. Lebih memilih menghabiskan air jahe di mangkukmu itu.

"Lampu-lampu itu bagus ya?" katamu setelah menengadahkan kepala dan menatap lampu hias yang ada di atas kita.

"Iya sih. Idenya keren."

"Kayak manusia. Kayak kita," katamu.

Aku mengerutkan dahi. "Apanya?"

"Lampu hias itu." Kamu menunjuk lampu itu dengan sudut matamu. "Setiap kali kita ngomongin orang lain yang kita anggap tak bagus, kita seperti lampu itu. Merasa lebih bercahaya, merasa indah. Padahal sebenarnya nggak. Dan sebenarnya kita nggak dapet apa-apa selain dosa."

Kamu mengambil jeda, menoleh padaku.

"Kita berdosa karena merasa sombong, merasa lebih akan diri kita. Dosa karena kita menertawakan manusia yang Alloh sudah ciptakan dengan sempurna, yang artinya kita juga menertawakan Dia, penciptanya. Padahal belum tentu kita ini bisa masuk surga. Belum tentu juga mereka yang kita bicarakan itu tak masuk surga."

Kamu kembali mengambil jeda.

"Lalu ketika dosa kita semakin banyak, kita akan terpenjara olehnya. Lalu hati kita membatu. Dan kita semakin merasa lebih, semakin sombong. Padahal..."

"Mas," panggilku.

Kamu tersenyum. "Ya?" tanyamu.

Aku menggeleng. Tak ingin mengatakan apa-apa. Aku hanya ingin kamu berhenti berbicara. Aku sudah mulai paham apa yang ingin kau sampaikan dan dadaku mulai disesaki rasa tak menyenangkan.

Gibahku. Entah sudah berapa banyak dosa kutumpuk karena lisan yang tak terjaga. Berapa banyak orang yang sudah kubicarakan baik buruknya. Berapa banyak orang tak kukenal yang tak bisa kumintai maafnya karena telah kubicarakan mereka?

Ternate, 16 Januari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil