Tak Ada Judul


Dua ratus tiga puluh enam menit, hampir empat jam kuhabiskan sia-sia. Selama itu yang kulakukan hanya menatap layar ponsel dan laman kosong yang siap kutulisi di sana. Ribuan kata yang berlompatan di dalam kepala tak ada yang bisa kutata.

Inginnya, aku menuliskan rindu. Tapi, aku malu pada Tuhanku. Bagaimana bisa aku mengatakan rindu sedangkan dia selalu ada, tapi aku yang memilih untuk lebih sibuk bekerja daripada dekat dengan-Nya?

"Mungkin sudah saatnya kamu pulang," katamu.

"Memangnya Dia masih mau menerimaku?" tanyaku dengan hati yang digenangi malu.

"Mengapa tidak?"

"Banyak dosaku."

"Tapi ada kan suara di dalam hatimu yang ingin pulang karena rindu? Karena pada-Nya kau merindu? Iya, kan?"

"Entahlah," kataku.

"Pulanglah. Dia juga rindu padamu. Dia rindu kamu datang pada-Nya, mengeluh pada-Nya, meminta pada-Nya."

Aku memalingkan pandangan dari laman kosong yang belum juga kutulisi, ganti memandangi perahu motor yang sudah bersiap pergi, dan warna oranye di latar belakangnya, matahari.

Mungkin kamu benar. Mungkin sekarang memang waktunya pulang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil