Terima Kasih



"Kau suka?" tanyamu seraya ikut duduk di sisiku.

Aku mengangguk. "Terima kasih."

"Untuk?"

"Membawaku ke sini. Ini luar biasa."

Kamu tersenyum. Tapi, ada yang aneh di sana, di dalam senyumanmu.

"Apa?" tanyaku.

"Terima kasih," katamu. "Entahlah. Mendengarmu mengatakan itu..."

"Apaaa?" Aku menuntut penjelasan.

"Aku." Kamu melemparkan pandangan ke warna toska yang ada di bawah kaki kita. "Aku selalu mudah mengucapkan terima kasih, berterima kasih pada setiap orang yang kuanggap telah membantu, memberiku sesuatu yang kadang begitu sederhana."

Aku menunggu.

"Tapi, pada Tuhanku yang telah memberiku begitu banyak hal, yang telah mencukupi semua kebutuhanku, yang telah memberikan semua permintaanku...." Kamu mengangkat bahu, lagi-lagi menggantung kalimatmu.

Aku hanya diam, ikut memandangi air laut yang begitu jernih di hadapan kita.

"Sudah diberi sebanyak itu, tapi berterima kasih saja hampir tak pernah. Yang kulakukan hanya mengeluh saja."

Aku masih tak mengatakan apa-apa, dibisukan oleh malu yang tiba-tiba. Aku juga tak berbeda.


Ternate, 14 Januari 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil