Manusia Ribet

Pantai Kastela, Ternate, Maluku Utara (dokumen pribadi)


"Ada satu manusia di kantorku. Ribet sekali orangnya, ngeyel, tukang ngelawan kalo dikasih tahu," kataku seraya menjatuhkan diri, duduk di atas pasir pantai dan menikmati matahari yang sedang beranjak pulang.

Kamu mendengarkan, ikut duduk di sisiku.

"Disuruh ngajar, dia bilang itu bukan job desc-nya dia. Soalnya dia itu instruktur lab, bukan dosen. Jadi seharusnya jika dia memang diminta mengajarkan materinya dosen, dia minta honor. Ribet. Apa susahnya sih bantu orang lain ngajar aja? Diikhlasin aja gitu. Kan nanti dapet pahala juga."

Kamu mengangguk-anggukkan kepala, masih mendengarkan.

"Disuruh bikin penelitian juga gitu. Nggak mau kalo dia yang harus kerjain terus dosen lain cuman nitip nama. Ribet. Apa susahnya coba bantuin orang lain? Diikhlasin aja lah biar nanti dapet pahala."

Tetap saja kamu diam mendengarkan.

"Terus kemarin pas dikasih duit sama atasan, dia tolak. Dia kembaliin karena katanya ga jelas duit itu dari mana. Katanya dia ga berhak dapet duit itu. Ribet. Terima aja kenapa sih? "

Kamu masih saja mendengarkan.

"Jadi begitu. Ribet," kataku. "Begitu yang kupikir tentang dia. Dulu. Sampai akhirnya kemarin kutanya padanya mengapa dia begitu ribet. Lalu dia bilang dia kasihan sama dosen-dosen itu, makanya dia melakukan itu."

Kali ini kamu terlihat lebih tertarik dari sebelumnya.

"Katanya, kalo dia tidak ribet begini, mereka akan keasyikan. Akan tak bekerja lalu menikmati uang serdos, penelitian, pengabmas jatah mereka. Atau mereka mendapatkan keuntungan dari sesuatu yang tidak mereka kerjakan. Dia kasihan, bagaimana nanti di akhirat? Pasti kan dipertanyakan. Makanya dia berusaha meringankan beban mereka di akhirat nanti."

"Ribet," katamu pelan kemudian sambil mengulum senyuman.

#180201

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil