Pemalu



"Tak menyangka ya sudah tujuh tahun kamu menikah?" tanyaku padanya. Sahabatku.

"Mengapa tak menyangka?"

"Jujur saja. Aku memang tak yakin kamu bahagia dengan keputusanmu dulu: bersedia dinikahi oleh laki-laki yang baru kau kenal dua bulan. Itu pun kau hanya mendengar cerita tentang dia dari teman-teman dan keluarganya. Kamu dengannya hanya bertemu beberapa kali saja. Setiap bertemu hanya bercakap-cakap saja. Tak ada momen mesra."

Dia tersenyum.

"Kau mencintainya?" tanyaku.

Pertanyaanku hanya dijawab dengan senyuman.

"Apa memangnya yang menarik dari dia sampai akhirnya kau bisa bertahan sebegini lama?"

"Banyak," katanya. "Tapi yang kusuka, dia itu seperti matahari sewaktu langit agak mendung seperti ini."

Aku menoleh padanya.

"Dia itu lelaki hebat. Tapi dia pemalu. Sama seperti matahari itu."

"Pemalu? Mana mungkin dia pemalu?" Cemoohku. "Sedangkan baru melihatmu sekali saja dia langsung datangi orang tuamu, melamarmu. Pemalu apanya?"

"Dia itu pemalu. Dia malu jika tak menjaga pandangan mata dari hal-hal yang diharamkan. Jika yang keluar dari lisannya bukan kata-kata yang baik. Jika dia lebih mementingkan dirinya sendiri. Jika dia tak bisa memaafkan. Jika dia tak baik pada keluarga. Jika dia tak bisa bersabar. Jika dia tak bersikap lemah lembut."

Sesaat dia menarik napas panjang, masih dengan senyuman di wajah. Aku tahu, masih ada alasan yang ingin dia katakan.

"Dia itu pemalu," katanya. "Dia malu jika lalai. Jika tak menjalankan perintah-Nya. Jika tak menjauhi larangan-Nya."

Aku melihat wajahnya berseri-seri  dan senyuman tak hilang dari sana.

"Pada manusia pemalu seperti itu, bagaimana mungkin aku tak jatuh cinta?"


#20180224 #Pemalu
photo credit: IG @irfanmangkunegara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil