Tak Ada Hati

Pantai Dermaga Biru, Bacan, Halmahera Selatan


"Tak punya hati," gumamnya. Kedua kakinya dia ayun-ayunkan di udara, di atas beningnya air laut di Dermaga Biru.

Kawannya ikut duduk di sana, di sisinya, di atas dermaga kayu yang masih basah. Hujan memang baru saja reda.

"Orang kok nggak ada hatinya gitu. Bisa-bisanya tenang banget ditinggal meninggal sama suami. Nggak nangis. Bisa gitu nemuin pelayat dengan wajah penuh ketenangan begitu."

Kawannya tak mengatakan apa-apa. Hanya mendengarkan saja.

"Dulu aja sok romantis. Sok paling sayang sama suaminya. Sayang kok nggak sedih ditinggal pergi."

"Sedih kan tak harus ditunjukkan."

"Kau wanita kan? Bisa memangnya kau sembunyikan kesedihanmu jika ada di posisinya?"

Kawannya mengangkat bahu.

"Itulah. Kasihan sekali suaminya itu. Seperti tak dianggap."

Kali ini kawannya menggeleng. "Beruntung sekali suaminya itu."

"Beruntung?"

"Iya. Beruntung. Dia bisa menemukan seorang wanita yang begitu tegar. Yang tak meratapi kepergiannya. Yang mengikhlaskannya. Bukankah Rasulullah juga tak suka pada wanita-wanita yang meratapi kematian?"

"Mengapa?"

"Ratapan itu mengandung perasaan sangat terpukul karena musibah. Kau tahu? Setelah itu setan akan meniupkan rasa marah terhadap takdir Allah ke dalam hati mereka yang meratap."

"Lalu?"

"Lalu kita tak akan lagi memiliki keikhlasan. Lalu kita akan marah pada-Nya. Lalu setan akan tertawa bahagia."


#20180213 #TakAdaHati

Bahan bacaan: https://almanhaj.or.id/591-meratapi-mayat.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hidup dari Jendela Bus

Bulan Separuh

The World is On Fire, Tentang Serial Daredevil